Kamis, Desember 04, 2008

Urgensi Pembahasan Adab Bergaul

Kategori Adab Dan Perilaku
Oleh : Ustadz Fariq bin Gasim Anuz
______________________________

Cita-cita tertinggi seorang muslim, ialah agar dirinya dicintai Allah, menjadi orang bertakwa yang dapat diperoleh dengan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak manusia. diantara tanda-tanda seseorang dicintai Allah, yaitu jika dirinya dicintai olah orang-orang shalih, diterima oleh hati mereka. Rasulullah Shalallahu ˜alaihi was sallam bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya Allah jika mencintai seorang hamba, Ia memanggil Jibril, "Sesungguhnya Aku mencintai si fulan, maka cintailah ia.Lalu Jibril mencintainya dan menyeru kepada penduduk langit, "Sesungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah ia.Maka (penduduk langit) mencintainya, kemudian menjadi orang yang diterima di muka bumi. [Hadits Bukhari dan Muslim,dalam Shahih Jamiush Shaghir no.283]

Diantara sifat-sifat muslim yang dicintai oleh orang-orang shalih di muka bumi ini, diantaranya ia mencintai mereka karena Allah, berakhlak kepada manusia dengan akhlak yang baik, memberi manfaat, melakukan hal-hal yang disukai manusia dan menghindari dari sikap-sikap yang tidak disukai manusia.

Berikut ini beberapa dalil yang menguatkan keterangan di atas.

Allah berfirman.

Artinya : "Pergauilah mereka (isteri) dengan baik. [An-Nisaa : 1]

Artinya : "Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik. [Ali-Imran : 134]

Rasulullah Shalallahu ˜alaihi wassalam bersabda.

"Artinya : Bertakwalah engkau dimanapun engkau berada, Sertailah keburukan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapus keburukan.Dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik [HR.Tirmidzi, ia berkata :Hadits hasan]

"Artinya : Seutama-utama amal Shalih, ialah agar engkau memasukkan kegembiraan kepada saudaramu yang beriman.[HR.Ibn Abi Dunya dan dihasankan olah Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami-™ush Shaghir 1096]

URGENSI PEMBAHASAN ETIKA BERGAUL

Adab bergaul dengan manusia merupakan bagian dari akhlakul karimah (akhlak yang mulia). akhlak yang mulia itu sendiri merupakan bagian dari dienul Islam. Walaupun prioritas pertama yang diajarkan olah para Nabi adalah tauhid, namun bersamaan dengan itu, mereka juga mengajarkan akhlak yang baik. Bahkan Nabi Muhammad Shalallahu ˜alaihi wassalam diutus untuk menyempurnakan akhlak. beliau Shalallahu ˜alaihi wassalam adalah seorang manusia yang berakhlak mulia. Allah berfirman.

Artinya : "Dan sesungguhnya engkau berada di atas akhlak yang agung.[Al-Qalam 4]

Dan kita diperintahkan untuk mengikuti beliau, taat kepadanya dan menjadikannya sebagai teladan dalam hidup. Allah telah menyatakan dalam firman-Nya :

Artinya : "Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu contoh teladan yang baik [Al-Ahzab 21]

Dengan mempraktekkan adab-adab dalam bergaul, maka kita akan memperoleh manfaat, yaitu berupa ukhuwah yang kuat diantara umat Islam, ukhuwah yang kokoh, yang dilandasi iman dan keikhlasan kepada Allah. Allah telah berfirman.

Artinya : "Dan berpegang teguhlah kalian denga tali (agama ) Allah bersama-sama , dan janganlah kalian bercerai-berai, Dan ingatlah nikmat Allah yang telah Allah berikan kepada kalian, ketika kalian dahulu bermusuh-musuhan, lalu Allah lunakkan hati-hati kalian sehingga dengan nikmat-Nya, kalian menjadi bersaudara, padahal tadinya kalian berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kalian ayat-ayatnya, agar kalian mendapat petunjuk [Al-Imran : 103]
.
Oleh karena itu, adab-adab bergaul ini sangat perlu dipelajari untuk kita amalkan. kita harus mengetahui, bagaimana adab terhadap orang tua, adab terhadap saudara kita, adab terhadap istri kita, adab seorang istri terhadap suaminya, adab terhadap teman sekerja atau terhadap atasan dan bawahan. Jika kita seorang dai atau guru, maka harus mengetahui bagaimana adab bermuamalah dengan dai atau lainnya dan dengan madu (yang didakwahi) atau terhadap muridnya. Demikian juga apabila seorang guru, atau seorang murid atau apapun jabatan dan kedudukannya, maka kita perlu untuk mengetahui etika atau adab-adab dalam bergaul.

Kurang mempraktekkan etika bergaul, menyebabkan dakwah yang haq dijauhi oleh manusia. Manusia menjadi lari dari kebenaran disebabkan ahli haq atau pendukung kebenaran itu sendiri melakukan praktek yang salah dalam bergaul dengan orang lain. Sebenarnya memang tidaklah dibenarkan seseorang lari dari kebenaran, disebabkan kesalahan yang dilakukan oleh orang lain.

Jika inti ajaran yang dibawa oleh seseorang itu benar, maka kita harus menerimanya, dengan tidak memperdulikan cara penyampaiannya yang benar atau salah, etikanya baik atau buruk, akan tetapi pada kenyataannya, kebanyakan orang melihat dulu kepada etika orang itu. Oleh karena itu, mengetahui etika ini penting bagi kita, sebagai muslim yang punya kewajiban saling menasehati sesama manusia, agar bisa mempraktekkan cara bergaul yang benar.

MOTIVASI DALAM BERGAUL

Faktor yang mendorong seorang muslim dalam bergaul dengan orang lain ialah semata-mata mencari ridha Allah. ketika seorang muslim tersenyum kepada saudaranya, maka itu semata-mata mencari ridha Allah, karena tersenyum merupakan perbuatan baik. Demikian juga ketika seorang muslim membantu temannya atau ketika mendengarkan kesulitan-kesulitan temannya, ketika menepati janji, tidak berkata-kata yang menyakitkan kepada orang lain, maka perbuatan-perbuatan itu semata-mata untuk mencari ridha Allah, Demikianlah seharusnya. jangan sebaliknya, yaitu, bertujuan bukan dalam rangka mencari ridha Allah. Misalnya : bermuka manis kepada orang lain, menepati janji, berbicara lemah-lembut, semua itu dilakukan karena kepentingan dunia. atau ketika berurusan dalam perdagangan, sikapnya ditunjukkan hanya semata-mata untuk kemaslahatan dunia. tingkah laku seperti ini yang membedakan antara muslim dengan non muslim.

Bisa saja seorang muslim bermuamalah dengan sesamanya karena tujuan dunia semata. Seseorang mau akrab, menjalin persahabatan disebabkan adanya keuntungan yang didapatnya dari orang lain. Manakala keuntungan itu tidak didapatkan lagi, maka ia berubah menjadi tidak mau kenal dan akrab lagi. Atau seseorang senang ketika oramg lain memberi sesuatu kepadanya, akan tetapi ketika sudah tidak diberi, kemudian berubah menjadi benci. Hal seperti itu bisa terjadi pada diri seorang muslim. Sikap seperti itu merupakan perbuatan salah.

Al-Imam Ibn Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam kitab Zaadul Maad juz ke-4 hal 249 : "Diantara kecintaan terhadap sesama muslim ada yang disebut mahabbatun linaili gharadlin minal mahbud, yaitu suatu kecintaan untuk mencapai tujuan dari yang dicintainya, bisa jadi tujuan yang ingin ia dapatkan dari kedudukan orang tersebut, atau hartanya, atau ingin mendapatkan manfaat berupa ilmu dan bimbingan orang tersebut, atau untuk tujuan tertentu; maka yang demikian itu disebut kecintaan karena tendensi. atau karena ada tujuan yang ingin dicapai, kemudian kecintaan ini akan lenyap pula seiring dengan lenyapnya tujuan tadi. Karena sesungguhnya, siapa saja yang mencintaimu dikarenakan adanya suatu keperluan, maka ia akan berpaling darimu jika telah tercapai keinginannya. hal seperti ini sering terjadi dalam kehidupan kita.

Contohnya :seorang karyawan sangat menghormati dan perhatian kepada atasannya di tempat kerja. tetapi apabila atasannya itu sudah pensiun atau sudah tidak menjabat lagi, karyawan ini tidak pernah memikirkan dan memperhatikannya lagi.

Begitu juga ketika seseorang masih menjadi murid, sangat menghormati gurunya. Namun ketika sudah lulus (tidak menjadi muridnya lagi), bahkan sekolahnya sudah lebih tinggi dari gurunya itu, bertemu di jalan pun enggan untuk menyapa.

Banyak orang yang berteman akrab hanya sebatas ketika ada kepentingannya saja.yakni ketika menguntungkannya, dia akrab, sering mengunjungi, berbincang-bincang dan memperhatikannya.namun ketika sudah tidak ada keuntungan yang bisa didapatnya, kenal pun tidak mau.

Ada juga seseorang yang hanya hormat kepada orang kaya saja. Adapun kepada orang miskin, memandang pun sudah tidak mau. Hal semacam ini bukan berasal aturan-aturan Islam. menilai seseorang hanya dikarenakan hartanya, hanya karena nasabnya, hanya karena ilmunya, yaitu jika kepada orang yang berilmu dia hormat dan menyepelekan kepada orang yang tak berilmu. hal-hal seperti itu merupakan perbuatan yang keliru.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan dalam MajmuFatawa juz 10, beliau berkata: "Jiwa manusia itu telah diberi naluri untuk mencintai orang yang berbuat baik kepadanya, namun pada hakekatnya sesungguhnya hal itu sebagai kecintaan kepada kebaikan, bukan kepada orang yang telah berbuat baik.apabila orang yang berbuat baik itu memutuskan kebaikannya atau perbuatan baiknya, maka kecintaannya akan melemah, bahkan bisa berbalik menjadi kebencian. Maka kecintaan demikian bukan karena Allah.

Barangsiapa yang mencintai orang lain dikarenakan dia itu memberi sesuatu kepadanya, maka dia semata-mata cinta kepada pemberian. Dan barang siapa yang mengatakan: "saya cinta kepadanya karena Allah, maka dia pendusta. Begitu pula, barang siapa yang menolongnya, maka dia semata-mata mencintai pertolongan, bukan cinta kepada yang menolong. Yang demikian itu, semuanya termasuk mengikuti hawa nafsu. Karena pada hakekatnya dia mencintai orang lain untuk mendapatkan manfaat darinya, atau agar tehindar dari bahaya. Demikianlah pada umumnya manusia saling mencintai pada sesamanya, dan yang demikian itu tidak akan diberi pahala di akhirat, dan tidak akan memberi manfaat bagi mereka. Bahkan bisa jadi hal demikian itu mengakibatkan terjerumus pada nifaq dan sifat kemunafikan.

Ucapan Ibn Taimiyah rahimahullah ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Az-Zukhruf 67,artinya: "teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya akan menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang bertakwa. adapun orang-orang bertakwa, persahabatan mereka akan langgeng sampai di alam akhirat, karena didasari lillah dan fillah. Yaitu cinta karena Allah.

Sebaliknya, bagi orang-orang yang tidak bertakwa, di akhirat nanti mereka akan menjadi musuh satu sama lain. Persahabatan mereka hanya berdasarkan kepentingan dunia. Diantara motto mereka ialah: "Tidak ada teman yang abadi, tidak ada musuh yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi.

Dasar persahabatan mereka bukan karena dien, tetapi karena kepentingan duniawi. Berupa ambisi untuk mendapatkan kekuasaan, harta dan sebagainya dengan tidak memperdulikan apakah cara yang mereka lakukan diridhoi Allah, sesuai dengan aturan-aturan Islam ataukah tidak.

Selasa, November 25, 2008

Demokrasi - mobil perjuangan kaum opportunis

Kalau ciptaan manusia yang dipuja bahkan disembah banyak orang, maka itu adalah demokrasi. Baca saja di berbagai literatur koran, majalah, atau dengar komentar para pakar di radio dan televisi, bahkan para khotib dan ustadz di Masjid. Seolah-olah demokrasi adalah sesuatu yang sakral (suci), bebas dari kesalahan.

Dalam pendapat umum bahwa demokrasi adalah kebebasan, kebebasan dalam berpendapat dan kebebasan untuk memilih. Itulah kebebasan yang bukan syarat (tak ada jalur) sebagai tali pengikat dan penghubung untuk kepentingan umum (rakyat).

Dari pandangan sebagian orang, bahwa demokrasi adalah sesuatu yang indah dilihat dari luar tapi setelah kita masuk kedalamnya, dengan akal sehat kita berfikir, demokrasi adalah sebagai alat penghancur saja.

Penghancur segala asas dan prinsip kemanusiaan yang memang telah ada pada kehidupan manusia. Negara yang berasaskan demokrasi akan hancur bersama adat dan kebudayaan, harkat dan martabat serta agama yang ada pada bangsa itu.

Lebih jelas lagi bahwa demokrasi adalah salah satu target utama bagi bangsa Yahudi sedunia untuk menguasai dunia. Demokrasi hanya sebagai alat bagi bangsa Yahudi untuk menipu dunia atas tujuan dan kepentingan bagi bangsa Yahudi sedunia semata ( dalam buku The protokols of –Yahudi /Israel) yang tercuri dari markas organisasi freemasonry di rusia 1901.

Dari sekelompok yang menyebut dirinya politikus (orang-orang yang telah hancur martabat kemanusiaanya), membuat suatu perkumpulan atau yang biasa disebut partai. Dari masing-masing partai tersebut membuat ciri pada partai mereka yaitu terlihat dari nama partainya dengan misi dan visi yang berbeda.

Dari misi dan visi mereka yang berbeda, mereka berlomba untuk mewujudkan misi dan visi mereka. Mereka berkompetisi untuk merebut kedudukan dan kekuasaan, sebab mereka memang haus akan kedudukan dan kekuasaan.

Kebebasan (liberalisme) telah menjadi 'dagangan' utama sistem demokrasi di dunia selama ini. Kebebasan yang tercakup dalam empat perkara penting ;

(1) kebebasan berpendapat;

(2) kebebasan bertingkah laku ;

(3) kebebasan beragama ; dan

(4) kebebasan pemilikan, menjadi klaim keunggulan dari sistem demokrasi. Para 'sales' ide ini pun mencontohkan dengan bangga bagaimana liberalisme ini telah menjadi faktor kemajuan negara-negara Barat. Dan kebebasan yang paling diagung-agungkan oleh negara demokrasi ini adalah kebebasan berpendapat, berpikir dan beragama, walaupun ”agama iblis”

Umat Islampun kena getahnya. Propaganda jahat menyerang ide-ide syariah Islampun dilakukan dengan alasan melanggar kebebasan manusia atau demokrasi. Ketika muncul fatwa dari ulama Islam terhadap kelompok yang menyimpang dari Islam untuk menjaga aqidah umat. Barat lewat agen-agennya di dunia Islam mengatakan hal itu melanggar HAM, memberangus kebebasan manusia. Padahal mereka sendiri melarang penyebaran ajaran Islam dan melarang kaum muslim untuk mempraktekkan ajaran agamanya Dengan alasan HAM, syariat Islam yang menerapkan hukuman mati bagi pelaku pembunuhan dicela.

Disisi lain, pembunuhan terhadap ribuan umat Islam dilegalisasi dengan alasan kebebasan. Kepatuhan wanita sholehah dalam rumah tangga Islami dituduh membelengu kebebasan wanita. Sementara eksploitasi dan perdagangan wanita atas nama pelacuran, seni, dan hiburan jadi gejala biasa. Suatu sikap yang tidak rasional dari ideologi yang katanya dibangun atas dasar rasionalisme. Semua ini menjadi tanda-tanda bangkrutnya sistem demokrasi. Bukankah sebuah ideologi akan bangkrut kalau penganutnya sendiri melanggar prinsip-prinsip ideologi itu?

Demokrasi kadang jadi misteri. Suara terbanyak yang menjadi salah satu nilai lebih demokrasi dibanding kekuasaan totaliter sering tak mencerminkan kebenaran. Jika suara terbanyak itu adalah iblis, maka sebagai konsekuensi demokrasi maka iblis lah yang jadi pemenang.

Jika dikatakan, khusus untuk demokrasi…

Demokrasi adalah ajaran setan, demokrasilah yang membuat Nabi Isa Almasih disalib ketika seluruh Rabbi Yahudi menginginkannya mati demokrasilah yang membolehkan prostitusi dan minuman keras dihalalkan di seluruh dunia demokrasilah yang membuat kekhalifahan Islam tercerai berai di Turki.

Demokrasilah yang membuat iman anak-anak kita tercerabut dari akarnya, terisi pikirannya oleh pornografi yang merusak, superhero, dan animasi yang tak mendidik demokrasilah yang membolehkan semuanya, selama ada undang-undang yang dibuat manusia atas nafsunya tanpa mengukur itu benar atau salah berdasarkan wahyu Tuhan, berdasarkan kata-kata para Nabi

Oh, sesungguhnya demokrasi adalah jelmaan setan, ia menafikan bahwa minuman keras itu terkutuk, prostitusi adalah terlaknat, ekonomi ribawi adalah tipu daya.

Ada yang mengatakan Democracy with God (Demokrasi ketuhanan), tuhan yang mana?? Amerika dalam slogannya In God We Trust ternyata hanya bualan saja, kehidupan mayoritas mereka jauh dari aspek ketuhanan, dan murni sebuah liberalisme sempit.

Jumat, November 14, 2008

Menganalisa Komitmen Dengan Game Theory

Bulan Ramadhan, tahun 92 H, pasukan Muslim mendarat di Gunung Tariq, dan disambut oleh pasukan Gothic Spanyol. Setelah tiga hari berperang, masih berpuasa Ramadhan, posisi pasukan Muslim mulai melemah. Malam harinya, panglima perang Tariq bin Ziyad memberi perintah untuk membakar armada kapalnya. [Ada perbedaan pendapat di kalangan sejarawan Muslim tentang peristiwa ini. Al Mubarakfuri misalnya, berpendapat peristiwa pembakaran kapal ini benar terjadi.]

Dengan latar belakang kapal di tepi lautan terbakar, beliau membakar semangat pasukannya dengan kata-katanya yang terkenal, Di depanmu musuh menunggu, di belakangmu laut membentang. Tidak akan ada lagi yang menolongmu, kecuali kepahlawanan darimu dan bantuan dari Allah. [Mann, J.H. A History of Gibraltar and Its Sieges. London: Provost, 1870.] Tariq tahu apa yang dia lakukan ini tidak saja akan dilihat oleh pasukannya, tetapi juga oleh pasukan lawan. Dan yang lebih penting lagi, efeknyapun akan dirasakan dan diperhitungkan oleh kedua pasukan tersebut.

Dalam ilmu Game Theory, apa yang dilakukan oleh Tariq adalah salah satu upaya untuk meningkatkan komitmen pasukannya dalam pertempuran. Tariq mengatakan kita tidak punya alternatif lain selain bertempur mati-matian. Mundur tidak mungkin, laut ada di belakang. Mengharapkan bantuan juga tidak akan datang, karena mereka berada jauh dari pusat kekuatan muslim.

Game Theory menganalisa interaksi sosial manusia menggunakan model permainan. Model ini memakai analisa matematika untuk membantu memahami pilihan strategi yang harus diambil oleh setiap pemain. Sebagaimana suatu permainan, setiap pemain ingin menang, karena itu dia harus mengambil keputusan yang terbaik, yang akan membawa kemenangan baginya. Walaupun teorinya sudah diformulasikan sejak lama, tapi baru dalam dekade terakhir ini model ini banyak mendapatkan perhatian. Hal ini sejalan dengan keberhasilan Game Theory, terutama di dunia bisnis dan politik, sebagai alat analisa mengapa suatu keputusan diambil, dan bagaimana suatu strategi dijalankan.

Kita akan memanfaatkan ilmu ini untuk menganalisa bagaimana meningkatkan kualitas komitmen kita. Salah satu caranya, seperti yang dilakukan Tariq ke pasukannya, adalah menghilangkan pilihan untuk mundur dari komitmen tersebut. Kalau kita tidak punya pilihan lain, komitmen kita hanyalah ke pilihan satu-satunya yang tertinggal. Strategi Tariq ini sejalan dengan Sun Tsu dalam Seni Berperangnya, Kalau musuh sudah terkepung, beri lubang bagi mereka untuk melarikan diri. Kalau tidak ada jalan lain, mereka akan bertempur mati-matian.

Kalau komitmen kita adalah di jalan dakwah, kita harus menghilangkan pintu-pintu menuju jalan maksiat dan jalan-jalan lain yang akan membuat kita bimbang akan komitmen kita. Hilangnya alternatif ini juga harus dilihat oleh lawan kita. Kalau lawan tahu kita masih punya alternatif untuk mundur, strategi mereka adalah untuk sekedar mendesak kita agar kita mundur, tanpa mereka perlu berkorban banyak. Tetapi kalau mereka melihat alternatif kita hanyalah berazam seratus persen, mereka akan ragu untuk mengimbangi hal ini. Karena, kalau kedua belah pihak bertempur mati-matian maka korban yang jatuh akan besar. Itulah yang terjadi pada pasukan Gothic yang dipimpin Roderick, mereka menjadi ragu apakah mereka siap mati. Mereka punya alternatif lain yang menarik, yaitu menyerah, karena bagi mereka kehidupan lebih bernilai daripada kematian.

Kontrak: Strategi lain untuk meningkatkan komitmen kita adalah mengikat kontrak. Kontrak mempunyai nilai hukum dengan segala konsekuensinya. Kontrak biasanya disetujui untuk jangka waktu tertentu. Ini berarti harus menunjukkan komitmen kita untuk memenuhi kontrak kita tidak hanya sekali, dua kali, tapi secara terus menerus, dalam jangka waktu panjang.

Kontrak ini dipakai oleh IBM di tahun 1980an untuk meraih keuntungan besar dari bisnis komputernya. Bisnis komputer pada waktu itu masih dimonopoli oleh IBM, harganya tidak terjangkau untuk perorangan. Harga yang mahal ini disebabkan oleh biaya R&D yang sangat tinggi. Strategi IBM adalah menganjurkan calon pembeli untuk menyewa tidak membeli komputer tersebut. Dengan sistem sewa tersebut, IBM menjamin bahwa komputer yang dipakai tidak akan ketinggalan jaman. Jadi, IBM meminta komitmen konsumer untuk terikat dengan komputernya, dan berhasil membiayai biaya pembuatan awal komputer yang agak tinggi tersebut. Kalau konsumer membeli satu komputer, kemudian IBM mengeluarkan versi baru dalam jangka waktu dekat, dengan harga yang cukup tinggi, konsumer akan enggan untuk membeli yang baru.

Bagi kita, tidak saja kontrak ini mempunyai nilai hukum dan komersial, tapi juga kewajiban kita untuk memenuhi janji.

Reputasi: Reputasi sangat penting dalam dunia bisnis dan politik. Bisnis yang sudah terkenal namanya, akan berkomitmen untuk menjaga mutu barang atau layanannya, tidak saja untuk menarik pelanggan, tetapi juga karena kekhawatiran kalau-kalau reputasinya jatuh. Partai politik kecil, pada waktu Pemilu, mudah saja berjanji untuk memberantas KKN, karena disamping kemungkinan menang kecil, juga biasanya tidak ada reputasi yang harus dijaga. Tetapi, kalaupun partainya kecil, tetapi reputasinya sudah bagus, keinginan untuk menjaga reputasi akan kuat. Kalau reputasi sudah hancur, susah untuk membangunnya kembali, dan meraih kepercayaan rakyat.

Tentu saja menjaga reputasi kita adalah tujuan antara, tujuan akhirnya adalah menjaga reputasi dan menegakkan nama Allah. Khalifah Umar bin Khattab mengganti Khalid bin Walid sebagai penglima, karena reputasinya lebih besar daripada reputasi Islam. Ketika Khalid bertemu Umar dan bertanya tentang penarikannya, Umar menjawab, Kemenanganmu telah menciptakan kesan yang salah bahwa kemana saja kamu berperang, pasukanmu akan menang. Dengan memanggilmu pulang, saya telah menunjukkan bahwa kemana saja pasukan Allah pergi, mereka akan menang.

Kerjasama: Keutamaan amal jama'i Insya Allah sudah sama-sama kita ketahui. Dengan bersama-sama, kita dapat saling memberi semangat, dan membantu, kalau ada teman kita yang mulai lemah komitmennya. Contoh mudahnya, kalau sedang ada kegiatan bersama, misalnya mabit, bangun untuk sholat malam jauh lebih mudah. Dan semakin besar jumlah yang mengerjakannya, semakin besar dorongan bagi kita untuk mengikutinya.

Kerjasama tidak hanya mempunyai pengaruh ke dalam diri kita, tetapi juga ke luar, ke musuh kita. Kalau jumlah kita besar, dan semua menunjukkan komitmennya akan semakin gentar lah lawan. Strategi ini dipakai oleh Rasulullah, dalam penaklukan Makkah dan beberapa peperangan setelah itu. Dengan kekuatan yang besar, pasukan Islam membuat gentar pasukan lawan, sehingga kemenangan diraih tanpa pertumpahan darah.

kiriman : Fahmi Yusuf

Sabtu, November 01, 2008

SIFAT-SIFAT KHAWARIJ

OlehMuhammad Abdul Hakim Hamid
______________________________________
Kata Pengantar.
Pada kesempatan kali ini kami angkat masalah Sifat-sifat Khawarij, yang dinukil dari kitab Zhahirah al-Ghuluw fi ad-Dien fi al-'Ashri al-Hadits, hal 99-104, oleh Muhammad Abdul Hakim Hamid cet. I, th. 1991, Daarul Manar al-Haditsah, dterjemahkan Aboe Hawari, dan dimuat di Majalah As-Sunnah edisi 14/II/1416-1995.
MuqaddimahKhawarij mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat yang menonjol. Sebaik-baik orang yang meluruskan sifat-sifat ini adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan sifat-sifat kaum ini dalam hadits-haditsnya yang mulia.
Disini akan dipaparkan penjelasan sifat-sifat tersebut dengan sedikit keterangan, hal itu mengingat terdapat beberapa perkara penting, antara lain :
Dengan mengetahui sifat-sifat ini akan terbukalah bagi kita ciri-ciri ghuluw (berlebih-lebihan) dan pelampauan batas mereka, dan tampaklah di mata kita sebab-sebab serta alasan-alasan pendorong yang menimbulkan hal itu. Dalam hal yang demikian itu akan menampakkan faedah yang tak terkira.
Keberadaan mereka akan tetap ada hingga di akhir zaman, seperti dikabarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu riwayat. Oleh karenanya mengetahui sifat-sifat mereka adalah merupakan suatu perkara yang penting.
Dengan mengetahui sifat mereka dan mengenali keadaannya akan menjaga diri dari terjatuh ke dalamnya. Mengingat barang siapa yang tidak mengetahui keburukan mereka, akan terperangkap di dalamnya. Dengan mengetahui sifat mereka, akan menjadikan kita waspada terhadap orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut, sehingga kita dapat mengobati orang yang tertimpa dengannya.
Berkenan dengan hal ini akan kami paparkan sifat-sifat tersebut berdasarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia.
1. Suka Mencela dan Menganggap Sesat
Sifat yang paling nampak dari Khawarij adalah suka mencela terhadap para Aimatul huda (para Imam), menganggap mereka sesat, dan menghukum atas mereka sebagai orang-orang yang sudah keluar dari keadilan dan kebenaran. Sifat ini jelas tercermin dalam pendirian Dzul Khuwaishirah terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan perkataanya : "Wahai Rasulullah berlaku adillah". (Hadits Riwayat Bukhari VI/617, No. 3610, VIII/97, No. 4351, Muslim II/743-744 No. 1064, Ahmad III/4, 5, 33, 224).
Dzul Khuwaishirah telah menganggap dirinya lebih wara' daripada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menghukumi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai orang yang curang dan tidak adil dalam pembagian. Sifat yang demikian ini selalu menyertai sepanjang sejarah. Hal itu mempunyai efek yang sangat buruk dalam hukum dan amal sebagai konsekwensinya. Berkata Ibnu Taimiyah tentang Khawarij :"Inti kesesatan mereka adalah keyakinan mereka berkenan dengan Aimmatul huda (para imam yang mendapat petunjuk) dan jama'ah muslimin, yaitu bahwa Aimmatul huda dan jama'ah muslimin semuanya sesat. Pendapat ini kemudian di ambil oleh orang-orang yang keluar dari sunnah, seperti Rafidhah dan yang lainnya. Mereka mengkatagorikan apa yang mereka pandang kedzaliman ke dalam kekufuran". (Al-Fatawa : XXVIII/497).2. Berprasangka Buruk (Su'udzan).
Ini adalah sifat Khawarij lainnya yang tampak dalam hukum Syaikh mereka Dzul Khuwaishirah si pandir dengan tuduhannya bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ikhlas dengan berkata :"Artinya : Demi Allah, sesungguhnya ini adalah suatu pembagian yang tidak adil dan tidak dikehendaki di dalamnya wajah Allah". (Hadits Riwayat Muslim II/739, No. 1062, Ahmad IV/321).Dzul Khuwaishirah ketika melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membagi harta kepada orang-orang kaya, bukan kepada orang-orang miskin, ia tidak menerimanya dengan prasangka yang baik atas pembagian tersebut.
Ini adalah sesuatu yang mengherankan. Kalaulah tidak ada alasan selain pelaku pembagian itu adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam cukuplah hal itu mendorong untuk berbaik sangka. Akan tetapi Dzul Kuwaishirah enggan untuk itu, dan berburuk sangka disebabkan jiwanya yang sakit. Lalu ia berusaha menutupi alasan ini dengan keadilan. Yang demikian ini mengundang tertawanya iblis dan terjebak dalam perangkapnya.
Seharusnya seseorang itu introspeksi, meneliti secara cermat dorongan tindak tanduk dan maksud tujuan serta waspada terhadap hawa nafsunya. Hendaklah berjaga-jaga terhadap manuver-manuver iblis, karena dia banyak menghias-hiasi perbuatan buruk dengan bungkus indah dan rapi, dan membaguskan tingkah laku yang keji dengan nama dasar-dasar kebenaran yang mengundang seseorang untuk menentukan sikap menjaga diri dan menyelamatkan diri dari tipu daya setan dan perangkap-perangkapnya.
Jika Dzul Khuwaishirah mempunyai sedikit saja ilmu atau sekelumit pemahaman, tentu tidak akan terjatuh dalam kubangan ini.
Berikut kami paparkan penjelasan dari para ulama mengenai keagungan pembagian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan hikmahnya yang tinggi dalam menyelesaikan perkara.Berkata Syaikh Islam Ibnu Taimiyah :" Pada tahun peperangan Hunain, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membagi ghanimah (rampasan perang) Hunain pada orang-orang yang hatinya lemah (muallafah qulubuhum) dari penduduk Najd dan bekas tawanan Quraisy seperti 'Uyainah bin Hafsh, dan beliau tidak memberi kepada para Muhajirin dan Anshar sedikitpun.
Maksud Beliau memberikan kepada mereka adalah untuk mengikat hati mereka dengan Islam, karena keterkaitan hati mereka dengannya merupakan maslahat umum bagi kaum muslimin, sedangkan yang tidak beliau beri adalah karena mereka lebih baik di mata Beliau dan mereka adalah wali-wali Allah yang bertaqwa dan seutama-utamanya hamba Allah yang shalih setelah para Nabi dan Rasul-rasul.
Jika pemberian itu tidak dipertimbangkan untuk maslahat umum, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan memberi pada aghniya', para pemimpin yang dita'ati dalam perundangan dan akan memberikannya kepada Muhajirin dan Anshar yang lebih membutuhkan dan lebih utama.Oleh sebab inilah orang-orang Khawarij mencela Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dikatakan kepada beliau oleh pelopornya :"Wahai Muhammad, berbuat adillah. Sesungguhnya engkau tidak berlaku adil". dan perkataannya :"Sesungguhnya pembagian ini tidak dimaksudkan untuk wajah Allah .....". Mereka, meskipun banyak shaum (berpuasa), shalat, dan bacaan Al-Qur'annya, tetapi keluar dari As-Sunnah dan Al-Jama'ah.
Memang mereka dikenal sebagai kaum yang suka beribadah, wara' dan zuhud, akan tetapi tanpa disertai ilmu, sehingga mereka memutuskan bahwa pemberian itu semestinya tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang berhajat, bukan kepada para pemimpin yang dita'ati dan orang-orang kaya itu, jika di dorong untuk mencari keridhaan selain Allah -menurut persangkaan mereka.Inilah kebodohan mereka, karena sesungguhnya pemberian itu menurut kadar maslahah agama Allah. Jika pemberian itu akan semakin mengundang keta'atan kepada Allah dan semakin bermanfaat bagi agama-Nya, maka pemberian itu jauh lebih utama. Pemberian kepada orang-orang yang membutuhkan untuk menegakkan agama, menghinakan musuh-musuhnya, memenangkan dan meninggikannya lebih agung daripada pemberian yang tidak demikian itu, walaupun yang kedua lebih membutuhkan". (Lihat Majmu' Fatawa : XXVIII/579-581, dengan sedikit diringkas).
Untuk itu hendaklah seseorang menggunakan bashirah, lebih memahami fiqh dakwah dan maksud-maksud syar'i, sehingga tidak akan berada dalam kerancuan dan kebingungan yang mengakibatkan akan terhempas, hilang dan berburuk sangka serta mudah mencela disertai dengan menegakkan kewajiban-kewajiban yang terpuji dan mulia.
3. Berlebih Dalam Beribadah.
Sifat ini telah ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya :"Artinya : Akan muncul suatu kaum dari umatku yang membaca Al-Qur'an, yang mana bacaan kalian tidaklah sebanding bacaan mereka sedikitpun, tidak pula shalat kalian sebanding dengan shalat mereka sedikitpun, dan tidak pula puasa kalian sebanding dengan puasa mereka sedikitpun". (Muslim II/743-744 No. 1064).
Berlebihan dalam ibadah berupa puasa, shalat, dzikir, dan tilawah Al-Qur'an merupakan perkara yang masyhur di kalangan orang-orang Khawarij. Dalam Fathu Al-Bari, XII/283 disebutkan :"Mereka (Khawarij) dikenal sebagai qura' (ahli membaca Al-Qur'an), karena besarnya kesungguhan mereka dalam tilawah dan ibadah, akan tetapi mereka suka menta'wil Al-Qur'an dengan ta'wil yang menyimpang dari maksud yang sebenarnya. Mereka lebih mengutamakan pendapatnya, berlebih-lebihan dalam zuhud dan khusyu' dan lain sebagainya".
Ibnu Abbas juga telah mengisyaratkan pelampauan batas mereka ini ketika pergi untuk mendebat pendapat mereka. Beliau berkata :"Aku belum pernah menemui suatu kaum yang bersungguh-sungguh, dahi mereka luka karena seringnya sujud, tangan mereka seperti lutut unta, dan mereka mempunyai gamis yang murah, tersingsing, dan berminyak. Wajah mereka menunjukan kurang tidur karena banyak berjaga di malam hari". (Lihat Tablis Iblis, halaman 91). Pernyataan ini menunjukkan akan ketamakan mereka dalam berdzikir dengan usaha yang keras.Berkata Ibnul Jauzi :"Ketika Ali Radhiyallahu 'Anhu meninggal, dikeluarkanlah Ibnu Maljam untuk dibunuh. Abdullah bin Ja'far memotong kedua tangan dan kedua kakinya, tetapi ia tidak mengeluh dan tidak berbicara. Lalu dicelak kedua matanya dengan paku panas, ia pun tidak mengeluh bahkan ia membaca :
"Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah". (Al-'Alaq : 1-2).
Hingga selesai, walaupun kedua matanya meluluhkan air mata. Kemudian setelah matanya diobati, ia akan di potong lidahnya, baru dia mengeluh. Ketika ditanyakan kepadanya :"Mengapa engkau mengeluh ?. "Ia menjawab ;"Aku tidak suka bila di dunia menjadi mayat dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah". Dia adalah seorang yang ke hitam-hitaman dahinya bekas dari sujud, semoga laknat Allah padanya". (Tablis Iblis, hal. 94-95).
Mekipun kaum Khawarij rajin dalam beribadah, tetapi ibadah ini tidak bermanfa'at bagi mereka, dan mereka pun tidak dapat mengambil manfaat darinya. Mereka seolah-olah bagaikan jasad tanpa ruh, pohon tanpa buah, mengingat ahlaq mereka yang tidak terdidik dengan ibadahnya dan jiwa mereka tidak bersih karenanya serta hatinya tidak melembut. Padahal disyari'atkan ibadah adalah untuk itu. Berfirman yang Maha Tinggi :
"Artinya : .....Dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar ......". (Al-Ankabut : 45).
"Artinya : .....Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". (Al-Baqarah : 183).
Tidaklah orang-orang bodoh tersebut mendapatkan bagian dari qiyamu al-lail-nya kecuali hanya jaga saja, tidak dari puasanya kecuali lapar saja, dan tidak pula dari tilawah-nya kecuali parau suaranya.Keadaan Khawarij ini membimbing kita pada suatu manfaat seperti yang dikatakan Ibnu Hajar tentangnya :"Tidak cukuplah dalam ta'dil (menganggap adil) dari keadaan lahiriahnya, walau sampai yang dipersaksikan akan keadilannya itu pada puncak ibadah, miskin, wara', hingga diketahui keadaan batinnya". (Lihat Fathu Al-Bari XII/302).
4. Keras Terhadap Kaum Muslimin
Sesungguhnya kaum Khawarij dikenal bengis dan kasar, mereka sangat keras dan bengis terhadap muslimin, bahkan kekasaran mereka telah sampai pada derajat sangat tercela, yaitu menghalalkan darah dan harta kaum muslimin serta kehormatannya, mereka juga membunuh dan menyebarkan ketakutan di tengah-tengah kaum muslimin. Adapun para musuh Islam murni dari kalangan penyembah berhala dan lainnya, mereka mengabaikan, membiarkan serta tidak menyakitinya.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitakan sifat mereka ini dalam sabdanya :"Artinya : .....Membunuh pemeluk Islam dan membiarkan penyembah berhala ....". (Hadits Riwayat Bukhari, VI/376, No. 3644, Muslim II/42 No. 1064).
Sejarah telah mencatat dalam lembaran-lembaran hitamnya tentang Khawarij berkenan dengan cara mereka ini. Di antara kejadian yang mengerikan adalah kisah sebagai berikut :"Dalam perjalanannya, orang-orang Khawarij bertemu dengan Abdullah bin Khabab. Mereka bertanya :"Apakah engkau pernah mendengar dari bapakmu suatu hadits yang dikatakan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ceritakanlah kepada kami tentangnya". Berkata : "Ya, aku mendengar dari bapakku, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan tentang fitnah. Yang duduk ketika itu lebih baik dari pada yang berdiri, yang berdiri lebih baik dari pada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik dari yang berlari. Jika engkau menemukannya, hendaklah engkau menjadi hamba Allah yang terbunuh". Mereka berkata :"Engkau mendengar hadits ini dari bapakmu dan memberitakannya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?". Beliau menjawab :"Ya". Setelah mendengar jawaban tersebut, mereka mengajaknya ke hulu sungai, lalu memenggal lehernya, maka mengalirlah darahnya seolah-olah seperti tali terompah. Lalu mereka membelah perut budak wanitanya dan mengeluarkan isi perutnya, padahal ketika itu sedang hamil.
Kemudian mereka datang ke sebuah pohon kurma yang lebat buahnya di Nahrawan. Tiba-tiba jatuhlah buah kurma itu dan diambil salah seorang di antara mereka lalu ia masukkan ke dalam mulutnya. Berkatalah salah seorang di antara mereka. "Engkau mengambil tanpa dasar hukum, dan tanpa harga (tidak membelinya dengan sah)". Akhirnya ia pun meludahkannya kembali dari mulutnya. Salah seorang yang lain mencabut pedangnya lalu mengayun-ayunkannya. Kemudian mereka melewati babi milik Ahlu Dzimmah, lalu ia penggal lehernya kemudian di seret moncongnya. Mereka berkata, "Ini adalah kerusakan di muka bumi". Setelah mereka bertemu dengan pemilik babi itu maka mereka ganti harganya". (Lihat Tablis Iblis, hal. 93-94).
Inilah sikap kaum Khawarij terhadap kaum muslimin dan orang-orang kafir. Keras, bengis, kasar terhadap kaum muslimin, tetapi lemah lembut dan membiarkan orang-orang kafir.
Jadi mereka tidak dapat mengambil manfa'at dari banyaknya tilawah dan dzikir mereka, mengingat mereka tidak mengambil petunjuk dengan petunjuk-Nya dan tidak menapaki jalan-jalan-Nya. Padahal sang Pembuat Syari'at telah menerangkan bahwa syari'atnya itu mudah dan lembut. Dan sesungguhnya yang diperintahkan supaya bersikap keras terhadap orang kafir dan lemah lembut terhadap orang beriman. Tetapi orang-orang Khawarij itu membaliknya. (Lihat Fathul Bari, XII/301).

5. Sedikitnya Pengetahuan Mereka Tentang Fiqih
Sesungguhnya kesalahan Khawarij yang sangat besar adalah kelemahan mereka dalam penguasaan fiqih terhadap Kitab Allah dan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang kami maksudkan adalah buruknya pemahaman mereka, sedikitnya tadabbur dan merasa terikat dengan golongan mereka, serta tidak menempatkan nash-nash dalam tempat yang benar.Dalam masalah ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan kepada kita dalam sabdanya."Artinya : ....Mereka membaca Al-Qur'an, tidak melebihi kerongkongannya".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mempersaksikan akan banyaknya bacaan/tilawah mereka terhadap Al-Qur'an, tetapi bersamaan dengan itu mereka di cela. Kenapa .? Karena mereka tidak dapat mengambil manfaat darinya disebabkan kerusakan pemahaman mereka yang tumpul dan penggambaran yang salah yang menimpa mereka. Oleh karenanya mereka tidak dapat membaguskan persaksiannya terhadap wahyu yang cemerlang dan terjatuh dalam kenistaan yang abadi.
Berkata Al-Hafidzh Ibnu Hajar :"Berkata Imam Nawawi, bahwa yang dimaksud yaitu mereka tidak ada bagian kecuali hanya melewati lidah mereka, tidak sampai pada kerongkongan mereka, apalagi ke hati mereka. Padahal yang diminta adalah dengan men-tadaburi-nya supaya sampai ke hatinya". (Lihat Fathul Baari, XII/293).
Kerusakan pemahaman yang buruk dan dangkalnya pemahaman fiqih mereka mempunyai bahaya yang besar. Kerusakan itu telah banyak membingungkan umat Islam dan menimbulkan luka yang berbahaya. Dimana mendorong pelakunya pada pengkafiran orang-orang shalih. menganggap mereka sesat serta mudah mencela tanpa alasan yang benar. Akhirnya timbullah dari yang demikian itu perpecahan, permusuhan dan peperangan.
Oleh karena itu Imam Bukhari berkata :"Adalah Ibnu Umar menganggap mereka sebagai Syiraaru Khaliqah (seburuk-buruk mahluk Allah)". Dan dikatakan bahwa mereka mendapati ayat-ayat yang diturunkan tentang orang-orang kafir, lalu mereka kenakan untuk orang-orang beriman". (Lihat Fathul Baari, XII/282). Ketika Sa'id bin Jubair mendengar pendapat Ibnu Umar itu, ia sangat gembira dengannya dan berkata :"Sebagian pendapat Haruriyyah yang diikuti orang-orang yang menyerupakan Allah dengan mahluq (Musyabbihah) adalah firman Allah Yang Maha Tinggi.
"Artinya : Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir". (Al-Maaidah : 44).
Dan mereka baca bersama ayat di atas :
"Artinya : Kemudian orang-orang yang kafir terhadap Rabb-Nya memperseku-tukan". (Al-An'aam : 1).
Jika melihat seorang Imam menghukumi dengan tidak benar, mereka akan berkata :"Ia telah kafir, dan barangsiapa yang kafir berarti menentang Rabb-Nya dan telah mempersekutukan-Nya, dengan demikian dia telah musyrik". Oleh karena itu mereka melawan dan memeranginya. Tidaklah hal ini terjadi, melainkan karena mereka menta'wil (dengan ta'wil yang keliru, pen) ayat ini...".Berkata Nafi':"Sesungguhnya Ibnu Umar jika ditanya tentang Haruriyyah, beliau menjawab bahwa mereka mengakfirkan kaum muslimin, menghalalkan darah dan hartanya, menikahi wanita-wanita dalam 'iddahnya. Dan jika di datangkan wanita kepada mereka, maka salah seorang diantara mereka akan menikahinya, sekalipun wanita itu masih mempunyai suami. Aku tidak mengetahui seorangpun yang lebih berhak diperangi melainkan mereka". (Lihat Al-I'tisham, II/183-184).Imam Thabari meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa ia menyebutkan tentang Khawarij dan apa yang ia dapati ketika mereka membaca Al-Qur'an dengan perkataannya :"Mereka beriman dengan yang muhkam dan binasa dalam ayat mutasyabih". (Lihat Tafsir Ath-Thabari, III/181).
Pemahaman mereka yang keliru itu mengantarkan mereka menyelisihi Ijma' Salaf dalam banyak perkara, hal itu dikarenakan oleh kebodohan mereka dan kekaguman terhadap pendapat mereka sendiri, serta tidak bertanya kepada Ahlu Dzikri dalam perkara yang mereka samar atasnya.Sesungguhnya kerusakan pemahaman mereka yang dangkal dan sedikitnya penguasaan fiqih menjadikan mereka sesat dalam istimbat-nya, walaupun mereka banyak membaca dan berdalil dengan nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah Nabawi, akan tetapi tidak menempatkan pada tempatnya. Benarlah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika memberitakan tentang mereka."Artinya : .....Mereka membaca Al-Qur'an, mereka menyangka hal itu untuk mereka padahal atas mereka". (Hadits Riwayat Muslim).
"Artinya : Mereka berkata dengan ucapan sebaik-baik mahluq dan membaca Al-Qur'an, tetapi tidak melebihi dari kerongkongan mereka". (Bukhari, VI/618 No. 3611, Muslim, II/746 No. 1066)."Artinya : Membaguskan perkataannya tetapi buruk perbuatannya .... Mengajak kepada kitab Allah, tetapi tidaklah mereka termasuk di dalamnya sedikit pun". (Hadits Riwayat Ahmad, III/224).6. Muda Umurnya dan Berakal Buruk
Termasuk perkara yang dipandang dapat mengeluarkan dari jalan yang lurus dan penuh petunjuk adalah umur yang masih muda (hadaatsah as-sinn) dan berakal buruk (safahah al-hil). Yang demikian itu sesuai dengan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Akan keluar pada akhir zaman suatu kaum, umurnya masih muda, sedikit ilmunya, mereka mengatakan dari sebaik-baik manusia. Membaca Al-Qur'an tidak melebihi kerongkongannya. Terlepas dari agama seperti terlepasnya anak panah dari busurnya". (Hadits Riwayat Bukhari, VI/618, No. 3611, Muslim, II/746 No. 1066).
Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar :" Ahdaatsul Asnaan artinya "mereka itu pemuda (syabaab)", dan yang dimaksud dengan sufaha-a al-ahlaam adalah "akal mereka rusak ('uquluhum radi-ah). Berkata Imam Nawawi ;"Sesungguhnya tatsabut (kemapanan) dan bashirah (wawasan) yang kuat akan muncul ketika usianya sempurna, banyak pengalaman serta kuat akalnya". (Lihat Fathul Baari, XII/287).
Umur yang masih muda, jika dibarengi dengan akal yang rusak akan menimbulkan perbuatan yang asing dan tingkah laku yang aneh, antara lain :
Mendahulukan pendapat mereka sendiri daripada pendapat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya yang mulia Radhiyallahu 'alaihim.
Meyakini bahwa diri merekalah yang benar, sedangkan para imam yang telah mendapat petunjuk itu salah.
Mengkafirkan sebagian atas sebagian yang lain hanya karena perbedaan yang kecil saja.Ibnul Jauzi menggambarkan kepandiran dan kerusakan mereka dengan perkataannya :"Mereka menghalalkan darah anak-anak, tetapi tidak menghalalkan makan buah tanpa dibeli. Berpayah-payah untuk beribadah dengan tidak tidur pada malam hari (untuk shalat lail) serta mengeluh ketika hendak di potong lidahnya karena khawatir tidak dapat berdzikir kepada Allah, tetapi mereka membunuh Imam Ali Radhiyallahu 'anhu dan menghunus pedang kepada kaum muslimin (sebagaimana keluhan Ibnu Maljam -pen). Untuk itu tidak mengherankan bila mereka puas terhadap ilmu yang telah dimiliki dan merasa yakin bahwa mereka lebih pandai/alim daripada Ali Radhiyallahu 'anhu. Hingga Dzul Kwuaishirah berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :"Berbuat adillah, sesungguhnya engkau tidak adil". Tidak sepatutnya Iblis dicontoh dalam perbuatan keji seperti ini. Kami berlindung kepada Allah dari segala kehinaan". (Lihat Tablis Iblis, hal. 95).
Wallahu a'lam bish-Shawab
________________________________________Maraji'a). Majmu' Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dikumpulkan dan di susun oleh Abdurrahman bin Qasim dan anaknya, Daarul Ifta', Riyadh, cet. I tahun 1397H.
b). Fathu al-Baari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, Imam al-Hafidzh Ahmad bin Ali bi Hajar Majdi al-Asqalani, susunan Muhammad Fu'ad Abdul Baaqi, penerbit : Salafiyah.
c). Shahih Muslim bin Syarhi an-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syarf an-Nawawi Daarul at-Turats al-Arabi, Beirut, cet. II. Tahun 1392H.
d). Tablis Iblis, oleh Imam Jamaluddin Abdul farj Abdurahman bin al Jauzi, cet. Daarul Kutub al-'Ilmiyah-Beirut, cet. II Tahun 1368H
e). Al-Bidayah wa an-Nihayah, oleh al-Hafidzh 'Imaddudin Abul Fida' Ismail bin Katsir, cet. Maktabah al-Ma'arif, Beirut, cet. II Tahun 1977M.
f). Al-I'tisham, al-'Allaamah Abu ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhami asy-Syathibi, Tahqiq Muhammad Rasyid Ridha, cet. al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, Qaahirah.
g). Jami' al-Bayan 'an Ta'wil Aayi al-Qur'an, al-Imam Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Tabhari al-Halabi, Qahirah.

BERMULA DARI PENGKAFIRAN, AKHIRNYA PELEDAKAN

Pengantar :
Takfir atau mengkafirkan orang lain tanpa bukti yang dibenarkan oleh syari'at merupakan sikap ekstrim, dan akan selalu memicu persoalan, yang ujung-ujungnya ialah tertumpahnya darah kaum muslimin secara semena-mena. Berawal dari takfir dan berakhir dengan tafjir (peledakan).
Berikut ini adalah sebuah penjelasan ilmiah yang akurat. Di dalamnya terdapat kupasan yang jeli dan teliti. Mengukuhkan masalah yang teramat penting, bermanfaat bagi sekalian umat dan dapat menolak fitnah yang gelap gulita.
Atas dasar itu, kami memandang perlu dan penting untuk menyebar luaskannya, sebagai nasihat dan sebagai amanat. Hal itu disebabkan oleh dua alasan.
PertamaKarena banyak orang yang tidak mengetahuinya dan tidak memahaminya. Sedangkan yang mengetahuinya, tidak mau menyebarluaskannya, dan enggan menunujukkannya “kecuali yang mendapat rahmat Allah-.
Kedua(Juga) karena di dalam penjelasan itu terdapat (usaha telaah) untuk membongkar rahasia keadaan sebagian orang ghuluw yang ekstrim. Yaitu orang-orang yang karena kebodohannya telah membuat citra agama menjadi buruk, dan karena penyimpangannya telah merusak kaum muslimin secara umum.
Padahal Islam “alhamdulillah- jauh lebih tinggi dan lebih agung. Islam lebih memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kebenaran.
Hanya kepada Allah kami memohon, agar Dia menjadikan penjelasan ini bermanfaat bagi orang-orang pada umumnya, maupun secara khusus bagi orang-orang tertentu. Dia Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berfirman.
Artinya : "Takutlah kamu akan suatu fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu [Al-Anfal : 25]
Para Ulama' telah mengkaji apa yang kini berlangsung di banyak negeri-negeri Islam dan negeri-negeri lain, tentang takfir (penetapan hukum kafir terhadap seseorang) dan tafjir (peledakan) serta konsekwensi yang diakibatkannya, berupa penumpahan darah dan perusakan fasilitas-fasilitas umum.
Karena berbahayanya persoalan ini, begitu pula akibat yang ditimbulkannya, berupa melenyapkan nyawa orang-orang yang tidak bersalah, perusakan harta benda yang mestinya terpelihara, menimbulkan rasa takut bagi banyak orang dan menimbulkan keresahan bagi keamanan serta ketentraman orang banyak, maka kami memandang perlu untuk menerbitkan penjelasan ini, guna menerangkan hukum sebenarnya dari persoalan tersebut. Sebagai nasihat bagi Allah, bagi hamba-hambaNya dan sebagai pelepas tanggung jawab di hadapan Allah, serta sebagai upaya menghilangkan kerancuan pemahaman di kalangan orang-orang yang kacau pemahamannya.
TAKFIR ADALAH HUKUM SYAR'I
Takfir (menetapkan hukum kafir/mengkafirkan) merupakan hukum syar'i. Tempat kembalinya adalah Allah dan RasulNya Shallallahu ˜alaihi wa sallam. Seperti halnya penetapan hukum halal dan haram, kembalinya kepada Allah dan RasulNya Shallallahu ˜alaihi wa sallam ; begitupula penetapan hukum kafir.
Tidak setiap perkataan atau perbuatan yang disebut kufur, berarti kufur akbar yang mengeluarkan (pelakunya) dari agama.
Karena sumber penetapan hukum pengkafiran kembalinya kepada Allah dan RasulNya, maka kita tidak boleh mengkafirkan seseorang, kecuali jika Al-Qur'an dan Sunnah telah membuktikan kekafirannya dengan bukti yang jelas. Maka (mengkafirkan orang) tidak cukup hanya berdasarkan syubhat dan dugaan-dugaan saja, sebab akan berakibat pada konsekwensi hukum-hukum yang berbahaya.
Apabila hukum hudud (pidana) saja dapat terhapus dengan adanya syubhat (ketidak jelasan bukti) “padahal konsekwensinya lebih ringan daripada takfir-, apalagi masalah pengkafiran orang, tentu lebih dapat terhapuskan lagi dengan adanya syubhat (ketidak jelasan bukti).
Itulah sebabnya Nabi Shallallahu ˜alaihi wa sallam memperingatkan umatnya agar jangan sampai menghukumi kafir kepada seseorang yang tidak kafir. Beliau Shallallahu ˜alaihi wa sallam bersabda.
Artinya : "Siapapun orang yang mengatakan kepada saudaranya ˜Hai Kafir', maka perkataan itu akan mengenai salah satu diantara keduanya. Jika perkataannya benar, (maka benar). Tetapi jika tidak, maka tuduhan itu akan kembali kepada diri orang yang mengatakannya [Muttafaq ˜alaih, dari Ibnu Umar].'
Kadang di dalam Al-Qur'an dan Sunnah terdapat nash yang dapat difahami darinya, bahwa perkataan ini, perbuatan itu atau keyakinan itu adalah kufur, tetapi orang yang melakukannya tidak kafir, disebabkan adanya penghalang yang menghalangi kekafirannya.
Hukum pengkafiran ini, sama seperti hukum-hukum lainnya. Yaitu tidak akan terjadi, kecuali jika sebab-sebab serta syarat-syaratnya ada dan penghalang-penghalangnya tidak ada.
Tergesa-gesa menghukumi kafir terhadap seseorang akan mengakibatkan banyak perkara yang berbahaya. Di antaranya menghalalkan darah dan harta Muslim, dilarangnya saling mewarisi, pembatalan pernikahan dan lain-lain yang merupakan konsekwensi hukum-hukum orang murtad.
Jadi bagaimana mungkin seorang mukmin boleh lancang menetapkan hukum kafir hanya berdasarkan syubhat yang sangat sederhana sekalipun ?
Dan apabila ternyata tuduhan kafir ini ditujukan untuk merencanakan pemberontakan, maka persoalannya jelas lebih parah lagi. Sebab akibatnya akan menimbulkan sikap pembangkangan terhadap penguasa, angkat senjata melawan mereka, menebarkan isu kekacauan, mengalirkan darah dan membuat kerusakan terhadap manusia dan negara.
DAMPAK KEYAKINAN SALAH INI
Apa yang timbul dari keyakinan salah ini ?Yaitu menghalalkan darah, perusakan kehormatan, perampasan harta milik orang-orang tertentu atau orang-orang umum, peledakan tempat-tempat hunian serta angkutan-angkutan umum dan perusakan bangunan-bangunan.
Kegiatan-kegiatan ini dan yang semisalnya adalah haram menurut syari'at berdasarkan ijma' (kesepakatan) kaum musilimin. Sebab di dalamnya terdapat perusakan terhadap kehormatan jiwa-jiwa manusia yang terpelihara, perusakan terhadap kehormatan harta benda, perusakan terhadap kehormatan keamanan dan ketentraman. (Perusakan terhadap) hak hidup orang banyak secara aman dan tenteram di rumah-rumah mereka, di tempat-tempat mata pencaharian mereka, di saat keberangkatan mereka pada pagi hari dan di saat kepulangan mereka pada sore hari. Juga perusakan terhadap kepentingan-kepentingan umum yang selalu dibutuhkan oleh orang banyak dalam kehidupan mereka.
Padahal Islam telah memberikan pemeliharaan kepada kaum muslimin berkaitan dengan harta benda, kehormatan dan jiwa raga mereka. Islam mengharamkan perusakan terhadap semua ini dan sangat menekankan pengharamannya.
Bahkan di antara hal terakhir yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu ˜alaihi wa sallam kepada umatnya ialah sabda beliau Shallallahu ˜alaihi wa sallam pada haji wada'.
Artinya : "Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta benda kalian dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram (mulia dan terhormat) atas kalian, seperti haram (mulia)nya hari kalian (hari haji wada') ini, di bulan kalian ini dan di negeri (tanah haram) kalian ini.Akhirnya Rasulullah Shallallahu ˜alaihi wa sallam menutup sabdanya.Artinya : "Ketahuilah, adakah aku telah menyampaikan ? Ya Allah saksikanlah [Muttafaq ˜alaih, dari Abi Bakrah]
Rasulullah Shallallahu ˜alaihi wa sallam juga bersabda.Artinya : "Setiap muslim bagi muslim lainnya adalah haram (mulia dan terhormat) darahnya, hartanya dan kehormatannnya [Hadits Riwayat Muslim, dari Abu Hurairah]
ISLAM BERLEPAS DIRI DARI KEYAKINAN YANG SALAH INI
Agama Islam berlepas diri dari keyakinan yang salah ini. Begitu pula apa yang tengah berlangsung di bebagai negeri berupa penumpahan darah orang yang tidak bersalah, peledakan tempat-tempat hunian, kendaraan-kendaraan, fasilitas-fasilitas umum maupun khusus, serta perusakan bangunan-bangunan, semua itu merupakan tindakan kriminal. Islam berlepas diri dari tindakan semacam itu.
Demikian juga setiap muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhirat-pun berlepas diri dari tindakan seperti itu. Tindakan-tindakan tersebut tidak lain hanyalah tindakan orang yang mempunyai pemikiran menyimpang dan aqidah sesat. Dia sendirilah yang memikul dosa dan kejahatannya. Tindakannya itu tidak bisa dibebankan kepada Islam dan tidak pula kepada kaum muslimin yang berpegang pada petunjuk Islam, berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah dan berpegang teguh pada tali Allah yang kokoh.
Tindakan-tindakan tersebut murni merupakan perusakan dan kejahatan. Syari'at serta fitrah menolaknya. Oleh karenanyalah, nash-nash syari'at telah datang untuk mengharamkannya dan memperingatkan agar tidak mempergauli para pelaku tindakan demikian.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.Artinya : "Dan di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman dan binatang ternak. Dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya, œBertaqwalah kepada Allah !, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) nerakah Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya [Al-Baqarah : 204-206]
(Intinya) kewajiban seluruh kaum muslimin “dimanapun mereka berada- ialah saling ingat-mengingatkan dalam hal kebenaran, saling menasehati, saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan ketaqwaan, amar ma'ruf nahi munkar- dengan cara hikmah (bijaksana) serta nasihat yang baik, dan memberikan bantahan dengan cara yang lebih baik. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.
Artinya : "Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya [Al-Ma'idah : 2]
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman.Artinya : "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana [At-Taubah : 71]
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.Artinya : "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal shalih, dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menepati kesabaran [Al-Ashri : 1-3]
Nabi Shallallahu ˜alaihi wa sallam bersabda.Artinya : "Agama adalah nasihat (Rasullullah mengatakannya tiga kali). Ditanyakan oleh sahabat : œBagi siapa, wahai Rasulullah ?. Beliau menjawab, œBagi Allah, bagi kitabNya, bagi RasulNya, bagi para pemimpin umat Islam dan bagi umumnya umat Islam [Hadits Riwayat Muslim dari Tamim Ad-Dari. Imam Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq dalam kitab Shahih-nya, tanpa menyebutkan sahabat]
Nabi Shallallahu ˜alaihi wa sallam bersabda.Artinya : "Perumpamaan kaum mukminin dalam (hubungan) saling cinta, saling kasih sayang dan saling lemah lembutnya, ibarat satu tubuh, apabila salah satu anggauta tubuh mengeluh karena sakit, maka seluruh anggauta tubuh lainnya akan ikut tidak bisa tidur dan merasa demam[Muttafaq ˜Alaih, dari An-Num'an bin Basyir]
(Demikianlah), ayat-ayat serta hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak.
Akhirnya, kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala “dengan nama-namaNya yang husna dan dengan sifat-sifatNya yang mulia- agar Dia mencegah seluruh kaum muslimin dari kesengsaraan.
Kami memohon agar Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan taufiq kepada seluruh pemegang kendali kekuasaan kaum muslimin untuk melakukan apa yang baik bagi umat dan Negara sesuai aturan syari'at, serta melakukan pemberantasan terhadap segala kerusakan serta para perusaknya.
Kami memohon agar Allah memenangkan agamaNya dan meninggikan kalimatNya melalui para pemegang kendali kekuasaan itu. Juga agar Allah memperbaiki keadaan seluruh umat Islam di manapun mereka berada, serta memenangkan kebenaran melalui mereka. Sesungguhnya Allah adalah pemilik semua itu dan Maha Kuasa untuk melakukannya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat serta salamNya kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. (Disarikan dari almanhaj) (c) Hak cipta 2007 - Hatibening.com

Kamis, Oktober 30, 2008

Hukum Jual Beli Saham serta Trading Options dan Sekuritas

Trading sebelum menjadi istilah dalam capital dan financial market dengan segala distorsinya akibat berbagai penyalahgunaan, substansinya adalah aktivitas jual beli atau bai’. Prinsip umum syariah dalam jual beli sebagaimana dapat disimpulkan dari pendapat para ulama dalam kitab-kitab fiqih seperti M. Rifa’i dalam Kifayatul Akhyar (184) dan Wahbah Az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu
yaitu:
  1. Pada dasarnya diperbolehkan transaksi jual beli sebagai salah satu sarana yang baik dalam mencari rezki. (QS.al-Baqarah:194, an-Nisa’:29)
  2. Barang ataupun instrumen yang diperjualbelikan itu harus halal sehingga dilarang menjualbelikan barang haram seperti miras, narkoba, bunga bank ribawi. (QS.Al-Maidah: 3, 90)
  3. Bermanfaat dan bermaslahat dengan adanya nilai guna bagi konsumen maupun pembeli serta tidak membahayakan.
  4. Barang yang diperjualbelikan dapat diserahkan, baik secara langsung keseluruhan maupun secara simbolis
  5. Barang yang diperjualbelikan harus jelas keadaannya, sifat-sifatnya, kualitasnya, jumlah dan satuannya dan karakteristik lainnya.
  6. Dilakukan proses “ijab qabul” baik dalam arti tradisionalnya maupun modern. seperti dalam paper trading yang menampilkan dokumen dagang berupa kertas maupun elektronic trading/ e-commerce yang menampilkan data komputer dan data elektronik lainnya (paperless trading). Kedua media tersebut substansinya menunjukkan sifat barang, mutu, jenis, jaminan atas kebenaran data dan dokumen serta bukti kesepakatan transaksi (dealing).
  7. Transaksi dilangsungkan atas dasar saling sukarela (‘an taradhin), kesepahaman dan kejelasan. (QS. An-Nisa’:29)
  8. Tidak ada unsur penipuan maupun judi (gambling). (QS.al-Baqarah:278, al-Maidah: 90)
  9. Adil, jujur dan amanat (QS.al-Baqarah:278)
  10. Dalil umum transaksi jual-beli dalam Allah berfirman: “…dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS.al-Baqarah: 275). “Hai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu,…” (QS. al-Nisa’ : 29). “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu…” (QS. al-Ma’idah : 1).“…kamu tidak (boleh) menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (QS. al-Baqarah: 279).

Dengan demikian, beberapa hal yang harus dipedomani dalam konteks ini adalah; menghindari unsur spekulasi yang cenderung bersifat maysir yaitu gambling (judi), data dan informasi komoditi jelas baik yang menyangkut satuannya, kualitasnya, kriteria, jenis dan sifat-sifatnya serta harga dan penyerahannya, nilai guna yang membawa maslahat dan tidak membahayakan.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa transaksi jual beli surat berharga sebagai instrumen investasi sesuai atau tidak sesuainya dengan syariah menyangkut tiga hal yang menjadi kriteria di pasar modal syariah yakni 1. Investasi dengan cara tradingnya yang di antaranya dengan cara spekulasi yang gambling, 2. Investasi yang tidak sesuai syariah dari segi struktur instrumennya, 3. Investasi yang tidak sesuai syariah dari segi asset/operasional emiten yang bersangkutan. Salah satu indeks saham yang sesuai syariah dari aspek operasional emitennya terdaftar dalam Jakarta Islamic Index (JII) terdiri sekitar 30 saham termasuk diantaranya dalam kategori salah likuid dikenal sebagai LQ45 yang diperdagangkan di bursa efek indonesia yang terdiri dari 45 saham pilihan dengan kriteria likuiditas perdagangan dan kapasitas pasar .

Sebelum membahas hukum trading sekuritas dan saham ada baiknya kita mereview beberapa hal yang terkait dengan pasar modal diantaranya:

  • Surat Berharga Syariah atau Efek Syariah adalah saham perusahaan yang dikategorikan syariah (JII), obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip Syariah;
  • Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut;
  • KIK EBA Syariah adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Asset yang Kontrak dan strukturnya sesuai dengan prinsip syariah.
  • Portofolio Efek Syariah adalah kumpulan Efek Syariah yang dimiliki oleh Pihak Investor;
  • Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syari'ah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (sahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi;
  • Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek mengenai jual beli Efek, pinjam meminjam Efek, atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek;
  • Unit Penyertaan adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap Pihak dalam portofolio investasi kolektif.

Kriteria Emiten Surat Berharga Syariah:

  1. Jenis usaha, produk dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan Emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
  2. Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah antara lain adalah :
    1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
    2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
    3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman yang haram;
    4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
  3. Emiten Efek Syariah wajib menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah atas Efek Syariah yang dikeluarkan.

Kriteria Surat Berharga Syariah

Efek Syariah adalah surat berharga yang akad maupun cara penerbitannya tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.

Jenis Surat Berharga Syariah

  1. Saham adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah
  2. Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo
  3. Unit Penyertaan KIK Reksa Dana Syariah adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi suatu KIK Reksa Dana Syariah.
  4. Efek Beragun Aset Syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul dikemudian hari, jual-beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
  5. Surat Berharga Komersial Syariah adalah Surat Pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip syariah.

Transaksi Surat Berharga Syariah yang Dilarang:

  1. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi gambling (maysir) yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, maysir, dan zhulm.
  2. Tindakan yang dimaksud di atas meliputi:
    • Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu
    • Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang belum dimiliki (short selling)
    • Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang.
    • Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang
    • Melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi, tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya.
    • Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas pinjaman atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah tersebut
    • Ihtikar (penumpukan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu Efek Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain

Penentuan Harga Pasar Wajar

  1. Harga pasar wajar dari Efek Syariah seharusnya mencerminkan nilai valuasi kondisi yang sesungguhnya dari aset yang menjadi dasar penerbitan efek tersebut sesuai dengan mekanisme pasar yang tidak direkayasa.
  2. Bila harga pasar wajar sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 8 ayat 1 di atas sulit untuk ditentukan, maka dalam hal efek syariah tersebut diperdagangkan melalui bursa dapat digunakan harga rata-rata tertimbang dari transaksi pada hari bursa yang terakhir sebagai rujukan.

Investasi dengan cara spekulasi ialah adanya sikap berjudi atau untung-untungan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya seraya merugikan investor lainnya. Spekulasi ini dilakukan antara lain melalui margin trading, short selling dan option dengan mengeksploitasi peluang capital gain melalui transaksi spekulatif. Namun demikian tidak semua harapan keuntungan melalui capital gain dapat dikategorikan termasuk spekulasi. Sedangkan margin trading, short selling dan option dilarang karena Islam tidak memperbolehkan seseorang untuk menjual sesuatu yang tidak dikuasainya (prinsip hadits: “la tabi’ ma laisa ‘indak). Selain itu pula adanya larangan berbisnis dengan cara untung-untungan (maysir).

Investasi yang tidak sesuai dengan syariah Islam dari segi instrumennya ialah yang memberikan keuntungan melalui mekanisme pembayaran bunga (interest), seperti pada obligasi karena merupakan salah satu bentuk praktek riba.

Investasi ke dalam perusahaan-perusahaan yang memilki aset atau mekanisme operasional yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Industri-industri tersebut ialah yang bergerak dalam bidang: Minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif beserta derivatifnya; Makanan haram dan derivatifnya; Pornografi dan seni mempamerkan keindahan tubuh wanita; Prostitusi; Perjudian; Perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya dan memberikan serta memperoleh keuntungan melalui bunga (interest); Industri senjata yang secara jelas produknya digunakan untuk melawan dunia Islam atau kaum muslimin. (Lihat: William Clark, Islamic Securities Market: Australian Experience, 1997).

Di Bursa Efek Indonesia (BEi) terdapat sejumlah perusahaan publik yang bergerak dalam bidang minuman keras dan pembungaan uang, sedangkan makanan haram dan perjudian biasanya tidak menjadi core business mereka. Adapun industri pornografi, prostitusi pembuatan dan pemasaran senjata, tidak listed di BEi.

Sedangkan yang tidak diperkenankan dari segi operasionalisasi perusahaan publik tersebut ialah perilaku bisnis yang mencerminkan praktik-praktik penipuan, Penimbunan barang (ihtikar), permainan harga (najasy), monopoli dan oligopoli yang bersifat kartel

Selain faktor-faktor di atas, terdapat pula sejumlah perilaku atau cara yang dilakukan oleh mereka yang menerjuni dunia pasar modal. Perilaku tersebut tidak dapat dibenarkan, baik dalam pandangan Islam maupun etika bisnis pada umumnya. Bahkan regulasi di dalam pasar modal itu sendiri telah melarangnya, berikut sangsi-sangsi yang dapat dikenakan kepada pelakunya. Pelaku dari cara-cara yang tidak dibenarkan ini bisa jadi adalah para investor, penasehat investasi, pialang (broker), akuntan publik, appraisal, internal emiten itu sendiri, maupun yang lainnya.

Perbuatan-perbuatan ini mungkin dilakukan seorang diri atau saling bekerja sama antar pihak-pihak tersebut, demi meraup keuntungan yang tidak jarang cukup fantastis. Cara-cara tersebut ialah: Margin Trading, Short selling, Insider trading, Corner, Window Dressing (rekayasa pembukuan).

Margin trading berarti perdagangan saham melalui pembelian saham dengan uang tunai dan meminjam kepada pihak ketiga untuk membayar tambahan saham yang dibeli. Harapan pembeli margin untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dengan modal yang sedikit. Keputusan Ketua Bapepam nomor Kep-07/PM/1997, peraturan Nomor IV.B.1 pada nomor 12.h. melarang manajer investasi reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif untuk terlibat dalam pembelian efek secara margin. Larangan yang sama dikenakan kepada pengelola reksa dana berbentuk perseroan berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam nomor Kep-19/PM/1996 nomor 12.h.

Short selling ialah penjualan saham yang dimiliki penjual short, saham yang dijual secara short tersebut diperoleh dengan meminjam dari pihak ketiga. Penjual short meminjam saham dengan harapan membeli saham tersebut nantinya pada harga yang rendah dan secara simultan mengembalikan saham yang dipinjam, juga memperoleh keuntungan atas penurunan harganya. Secara umum UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pada Peraturan V.D.3 melarang perusahaan efek menerima pesanan jual dari nasabah yang tidak mempunyai saham. Sedangkan Keputusan Ketua Bapepam nomor Kep-07/PM/1997, peraturan Nomor IV.B.1 pada nomor 12.g. melarang manajer investasi reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif untuk terlibat dalam pembelian efek yang belum dimiliki (short sale). Larangan yang sama dikenakan kepada pengelola reksa dana berbentuk perseroan berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam nomor Kep-19/PM/1996 nomor 12.g.

Dalam hal ini perlu kiranya diketahui adanya beberapa perbedaan yang signifikan antara perdagangan saham dan futures yang kebanyakan pada commoditas bisa dalam bentuk metal, hasil bumi, dan inetrumen keuangan adalah:

  1. Pada pembelian saham umumnya akan memperoleh kepemilikan (ownership), namun pada pembelian futures tidak berhak atas kepemilikan underlying asset sampai si pembeli memutuskan untuk menyerahkan saat berakhirnya kontrak. Umumnya para pemain futures jarang sekali menahan kontraknya sampai saat penyerahan (delivery) dan mereka menjual kontraknya sebelum jatuh tempo.
  2. Fasilitas leverage (dengan menggunakan hutang) umumnya lebih besar pada pasar futures dibandingkan dengan pasar saham. Pada pasar saham hanya sebagian kecil saja transaksi yang menggunakan fasilitas margin, sedangkan pada futures semua jenis futures contract dapat memperoleh margin.
  3. Pada transaksi saham atas penggunaan fasilitas margin biasanya dikenakan bunga yang hal ini tidak berlaku dalam pasar modal syariah sedangkan pada futures tidak dikenakan biaya atas margin, karena jenis kontrak ini adalah jenis kontrak yang ditunda penyerahannya (deferred delivery contract).
  4. Fluktuasi harga pada pasar saham umumnya tidak dibatasi (di BEI suatu saham otomatis akan disuspen dalam perdagangan jika dalam satu hari telah mengalami kenaikan atau penurunan sebesar 50%). Pada bursa futures, kontrak umumnya memiliki batas harian harga dan transaksi tidak dapat dilakukan setelah mencapai batas tersebut, dan baru diteruskan keesokan harinya.
  5. Perdagangan interest rate dalam bursa apapun dan segala transaksi berbasis bunga apapun bentuknya tidak diperkenankan dalam mumalah Islam, sehingga wajib untuk dihindari oleh para pelaku bisnis syariah.

Dengan demikian, jual-beli saham dengan niat dan tujuan memperoleh penambahan modal, memperoleh aset likuid, maupun mengharap deviden dengan memilikinya sampai jatuh tempo untuk efek syariah (hold to maturity) di samping dapat difungsikan sewaktu-waktu dapat dijual (available for sale) keuntungan berupa capital gains dengan kenaikan nilai saham seiring kenaikan nilai dan kinerja perusahaan penerbit (emiten) dalam rangka menghidupkan investasi yang akan mengembangkan kinerja perusahaan, adalah sesuatu yang halal sepanjang usahanya tidak dalam hal yang haram. Namun ketika aktivitas jual beli saham tersebut disalah gunakan dan menjadi alat spekulasi mengejar keuntungan di atas kerugian pihak lain, maka hukumnya haram karena berubah menjadi perjudian saham. Demikian halnya trading options sebagaimana dalam futures trading konvensional (futures contract) juga haram hukumnya karena mengandung unsur yang diharamkan syariah setidaknya maysir dan riba. Semoga bermanfaat dan dapat mencerahkan.

Wallau A’lam Wa Billahit Taufiq wal Hidayah

Al-Ustadz Dr. Setiawan Budi Utomo
Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Komisi Fatwa MUI

Sumer: http://eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/hukum-jual-beli-saham-options-trading.htm

Selasa, Oktober 14, 2008

MEMAHAMI ISTILAH KHILAFAH DAN IMAMAH

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Pengantar
Istilah Khilafah dan Imamah sebetulnya sinonim, yang berarti sistem pemerintahan Islam. Namun oleh segelintir orang, kedua istilah itu dianggap berbeda pengertiannya. Ulil Abshar Abdalla, bekas Koordinator JIL (Jaringan Islam Liberal) misalnya, memandang ada perbedaan antara Khilafah dan Imamah, begitu juga istilah turunannya seperti imam dan khalifah. Ulil menyatakan, “Imam di sini adalah penguasa dalam pengertian umum. Dalil-dalil agama tentang wajibnya mengangkat imam, menurut Ulil, hanya menegaskan saja hukum sosial yang sudah berlaku berabad-abad. Salah satu hukum sosial itu adalah bahwa setiap masyarakat selalu akan mengangkat seorang pemimpin yang mengatur dan menyelenggarakan kepentingan mereka. Dan pemimpin itu, kata Ulil, “Bisa kepala suku, lurah, camat, bupati, raja, sultan, khalifah, presiden, CEO, manager, dan lain-lainnya. (www.harianbangsa.com).

Walhasil bagi Ulil, Imamah itu berarti kepemimpinan yang bersifat umum. Sedangkan, Khilafah, adalah kepemimpinan yang lebih khusus, yang kata Ulil, berdasarkan sejarah Islam bentuknya adalah kerajaan. Khilafah seperti ini, menurut Ulil, hanyalah suatu kebetulan sejarah (historical coincidence). Karena itu, sistem itu dapat diganti sesuai asas rasionalitas, yang bagi Ulil adalah aplikasi doktrin Ahlus Sunnah bahwa penentuan imam bukanlah berdasarkan teks agama (seperti pendapat golongan Syiah), melainkan berdasarkan ijtihad dan pilihan (ikhtiyar). Ujung-ujungnya, Ulil ingin menegaskan bahwa sistem republik (bukan kerajaan) saat ini yang berdasarkan demokrasi, adalah sudah final dan merupakan sistem paling ideal hingga saat ini. (www.harianbangsa.com)
Pengertian Khilafah dan Imamah


Pendapat Ulil yang membedakan istilah "imamah" dan "khilafah" di atas memang harus diakui. Tapi bukan diakui sebagai pernyataan ilmiah, melainkan sebagai dagelan yang cukup menggelikan. Betapa tidak, karena kalau pendapat Ulil itu dibandingkan dengan pendapat para ulama fikih siyasah dan ulama bahasa Arab, akan terbukti Ulil hanyalah orang awam (untuk tidak menyebutnya "bodoh"). Dan kita harus maklum, orang awam itu kadang bicaranya ngawur dan aneh. Dalam konteks seperti inilah, tepat sekali pernyataan Imam Ibnu Hajar Al-'Asqalani,Idza takallama al-mar`u fi ghairi fannihi ataa bi hadzihi al-'aja'ib. (Jika seseorang berbicara di luar bidang keahliannya, dia akan mengucapkan kalimat yang ajaib). (Ibnu Hajar Al-'Asqalani, Fathul Bari, Juz 3/683).

Coba, kita lihat pendapat Imam Ar-Razi mengenai istilah Imamah dan Khilafah dalam kitab Mukhtar Ash-Shihah hal. 186 :

"Khilafah atau Imamah 'Uzhma, atau Imaratul Mukminin semuanya memberikan makna yang satu [sama], dan menunjukkan tugas yang satu [sama], yaitu kekuasaan tertinggi bagi kaum muslimin. (Lihat Muslim Al-Yusuf, Daulah Al-Khilafah Ar-Rasyidah wa Al-'Alaqat Ad-Dauliyah, hal. 23; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz 8/270).

Mari kita lihat juga pendapat serupa dari Imam Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah hal. 190 :

"Telah kami jelaskan hakikat kedudukan ini [khalifah] dan bahwa ia adalah pengganti dari Pemilik Syariah [Rasulullah SAW] dalam menjaga agama dan mengatur dunia dengan agama. [Kedudukan ini] dinamakan Khilafah dan Imamah, dan orang yang melaksanakannya [dinamakan] khalifah dan imam. (Lihat Ad-Dumaiji, Al-Imamah Al-'Uzhma 'Inda Ahl As-Sunnah wa Al-Jama'ah, hal. 34).

Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu Juz 8 hal. 418 menyatakan pendapat serupa :

"Khilafah (atau Imamah atau Imaratul Mukminin) atau yang berarti sistem berdasarkan musyawarah yang menghimpun kemaslahatan dunia dan akhirat, semuanya mempunyai pengertian yang sama. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz 8/418).

Dhiya'uddin Ar-Rays dalam kitabnya An-Nazhariyat As-Siyasiyah Al-Islamiyah hal. 92 mengatakan :
"Patut diperhatikan, bahwa Khilafah, Imamah Kubra, dan Imaratul Mukminin adalah istilah-istilah yang sinonim dengan makna yang sama. (Lihat Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz 8/465).

Semua kutipan ulama di atas menyatakan bahwa istilah Imamah dan Khilafah (juga Imaratul Mukminin) maknanya sama, tidak berbeda. Persis seperti halnya kalau kita menyebut nama kitab suci kita. Boleh ia disebut Al-Qur`an, Al-Kitab, Al-Furqan, atau At-Tanzil. Walau berbeda-beda namanya, tapi hakikat pengertiannya tetap satu dan sama.

Kutipan-kutipan yang menunjukkan kesamaan makna Khilafah dan Imamah itu masih banyak sekali. Silakan cek pendapat yang sama dari Rasyid Ridha dalam kitabnya Al-Khilafah Aw Al-Imamah Al-'Uzhma hal. 101, Prof. Dr. Ali As-Salus dalam kitabnya 'Aqidah Al-Imamah 'Inda Asy-Syi'ah Al-Itsna 'Asyariyah (terj.) hal. 16, Zainal Abidin Ahmad dalam bukunya Membentuk Negara Islam hal. 30, dan Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya Islam dan Politik Bernegara hal. 42-43.

Silakan cek juga pendapat para ulama bahasa Arab (ahli kamus) yang menyamakan arti Imamah dan Khilafah, misalnya Rawwas Qal'ah Jie dan Hamid Shadiq Qunaibi dalam Mu'jam Lughah Al-Fuqaha` hal. 64, 150, dan 151; juga Ibrahim Anis dkk dalam Al-Mu'jam Al-Wasith Juz 1 hal. 27 dan 251.

Jika Imamah dan Khilafah pengertiannya sama, demikian juga istilah imam dan khalifah. Keduanya sama-sama berarti pemimpin tertinggi dalam negara Khilafah, tidak berbeda. Ini sebagaimana pernyataan Ibnu Khaldun yang telah dikutip di atas. Imam Nawawi dalam Raudhah Ath-Thalibin Juz 10 hal. 49 menegaskan hal yang sama :

"Boleh saja imam itu disebut dengan khalifah, imam, atau amirul mukminin. (Lihat Ad-Dumaiji, Al-Imamah Al-'Uzhma, hal. 34).


Nah, setelah kita bentangkan pendapat para ulama yang ahli seperti di atas, lalu kita bandingkan dengan pendapat Ulil yang dangkal dan sembrono, bagaimana pendapat Anda? Bukankah pendapat Ulil itu betul-betul menggelikan dan terkesan seenaknya sendiri?

Namun, yah, kita harus maklum, nampaknya Ulil memang “harus melakukan permainan kotor seperti itu, yang sesungguhnya amat jauh dari etika seorang intelektual yang seharusnya jujur dan obyektif. Demikianlah ulah agen Amerika yang sangat jahat, yaitu selalu berusaha menyesatkan umat Islam dari pemahaman yang sahih tentang Islam.

Mengapa Imamah dan Khilafah Semakna?
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, atas dasar apa para ulama menyamakan pengertian Imamah dan Khilafah? Di sinilah Imam Taqiyuddin An-Nabhani memberi penjelasan yang gamblang dalam kitabnya Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah Juz 2. Imam An-Nabhani berkata,Telah terdapat hadits-hadits shahih dengan dua kata ini [Khilafah dan Imamah] dengan makna yang satu. Tidak ada makna dari salah satu kedua kata itu yang menyalahi makna kata yang lain, dalam nash syariah mana pun, baik dalam Al-Qur`an maupun dalam As-Sunnah, sebab hanya dua itulah yang merupakan nash-nash syariah. Tidaklah wajib berpegang dengan kata ini, yaitu Khilafah atau Imamah, tapi yang wajib ialah berpegang dengan pengertiannya. (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz 2/13).

Jadi, Khilafah dan Imamah memiliki arti yang sama dikarenakan nash-nash syariah, khususnya hadits-hadits shahih, telah menggunakan dua kata itu, yaitu kata “imam atau “khalifah secara bergantian namun dengan pengertian yang sama. Sebagai contoh, terkadang Rasulullah SAW menggunakan kata “khalifah seperti sabdanya :
"Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (HR. Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dalam Al-Ausath, lihat Majma' az- Zawaid, Juz 5/198. Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, lihat Syarah Muslim oleh Imam Nawawi, Juz 12/242).

Namun kadang Rasulullah SAW menggunakan kata “imam seperti sabdanya :

"Barangsiapa membaiat seorang imam, lalu ia memberikan genggaman tangannya dan buah hatinya kepadanya, hendaklah ia mentaati imam itu sekuat kemampuannya. Kemudian jika datang orang lain yang hendak merebut kekuasaan imam itu, maka penggallah leher orang lain itu. (HR Muslim, hadits no. 1844. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa`i, dan Ahmad).

Kata “khalifah dan “imam dalam kedua hadits di atas mempunyai pengertian yang sama, yaitu pemimpin tertinggi dalam Negara Islam (ar-ra`is al-a'la li ad-daulah al-islamiyah). (Lihat Rawwas Qal'ah Jie & Hamid Shadiq Qunaibi, Mu'jam Lughah Al-Fuqaha`, hal. 64 & 151). Jika “khalifah dan “imam sama pengertiannya, maka sistem pemerintahan yang dipimpinnya, yaitu “khilafah dan “imamah, juga sama maknanya. Tidak berbeda.

Antara Khilafah dan Imarah
Dalam hadits-hadits shahih memang ada pembahasan kepemimpinan dalam pengertian umum. Kepemimpinan dalam arti umum ini disebut dengan istilah Imarah, Qiyadah, atau Ri'asah. Imam Taqiyuddin An-Nabhani menerangkan,Imarah (kepemimpinan) itu lebih umum, sedangkan Khilafah itu lebih khusus, dan keduanya adalah kepemimpinan (ri`asah). Kata Khilafah digunakan khusus untuk suatu kedudukan yang sudah dikenal, sedangkan kata Imarah digunakan secara umum untuk setiap-tiap pemimpin (amir). (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz 2 hal.125).

Hadits tentang Imarah misalnya sabda Nabi SAW :

Jika keluar tiga orang dalam sebuah perjalanan, hendaklah satu orang dari mereka menjadi pemimpinnya. (HR. Abu Dawud).

Dengan demikian, jelaslah, bahwa kepemimpinan dalam arti yang umum, memang juga diterangkan dalam Islam. Tapi istilahnya Imamah seperti khayalan dan tipuan Ulil, melainkan Imarah. Imarah inilah yang bersifat umum, sehingga mencakup kepala suku, lurah, camat, bupati, raja, sultan, khalifah, presiden, CEO, manager, dan sebagainya.

Jadi, kalau Ulil menganggap istilah “imam berarti pemimpin dalam arti umum, bukan pemimpin yang khusus (yaitu pemimpin tertinggi negara Khilafah), berarti dia telah sengaja melakukan penyesatan dan pembodohan yang jahat. Dan semua kebohongan ini ternyata mempunyai tujuan yang sangat busuk, yaitu melegitimasi sistem demokrasi yang kufur saat ini, yang sesungguhnya sudah terbukti sangat bobrok dan gagal total.



DAFTAR PUSTAKA


Ad-Dumaiji, Abdullah bin Umar bin Sulaiman, Al-Imamah Al-'Uzhma 'Inda Ahl As-Sunnah wa Al-Jama'ah, (www.saaid.net), 1987.

Ahmad, Zainal Abidin, Membentuk Negara Islam, (Jakarta : Penerbit Widjaya), 1956.

Al-Yusuf, Muslim, Daulah Al-Khilafah Ar-Rasyidah wa Al-'Alaqat Ad-Dauliyah, (www.saaid.net).

An-Nabhani, Taqiyuddin, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz 2, (Beirut : Darul Ummah), 2002.

Anis, Ibrahim dkk, Al-Mu'jam Al-Wasith, (Kairo : Tanpa Penerbit), 1972.

As-Salus, Ali, Imamah dan Khilafah dalam Tinjauan Syar'i (Aqidah Al-Imamah 'Inda Asy-Syi'ah Al-Itsna 'Asyariyah), Penerjemah Asmi Salihan Zamakhsyari, (Jakarta : Gema Insani Press), 1997.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Islam dan Politik Bernegara, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra), 2002

Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz 8, (Maktabah Syamilah).

Qal'ah Jie, Rawwas, & Qunaibi, Hamid Shadiq, Mu'jam Lughah Al-Fuqaha`, (Beirut : Darun Nafa`is), 1988.



KHILAFAH MENURUT AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Pengantar
Telaah kitab kali ini akan mengupas kitab berharga tentang Khilafah. Judulnya Al-Imamah al-'Uzhma 'Inda Ahl As-Sunnah wa al-Jama'ah, karya Abdullah bin Umar Sulaiman Ad-Dumaiji (terbit 1987). Kitab setebal 718 halaman ini ditulis Ad-Dumaiji sebagai tesis untuk meraih gelas magister di Universitas Ummul Quro Mekah tahun 1983. Setelah diadakan ujian (munaqasyah) oleh Dewan Penguji, Ad-Dumaiji pun dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude (mumtaz). Di antara Dewan Penguji itu adalah Syaikh Sayyid Sabiq, seorang ulama yang terkenal dengan kitabnya Fiqih Sunnah.

Bagi para pejuang Khilafah, dan juga umat pada umumnya, kitab ini sangatlah penting. Karena di samping memberikan wawasan ilmiah yang luas mengenai Khilafah, juga akan semakin menambah keyakinan dan kemantapan dalam berjuang. Betapa tidak, karena kitab ini membuktikan Khilafah adalah sangat penting bagi tegaknya Islam dalam kehidupan. Khilafah juga mutlak adanya untuk mengembalikan kemulian umat. Dalam salah satu butir kesimpulannya, Ad-Dumaiji mengatakan,"Tidak ada kemuliaan dan ketinggian derajat bagi umat Islam, kecuali dengan kembali berhukum kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, serta berjuang menegakkan Khilafah Islamiyah yang akan menjaga agama Islam dan mengembalikan kemuliaan dan kehormatan umat Islam." (hal. 516-517)
Garis Besar dan Latar Belakang Kitab
Kitab ini secara garis besar ingin membahas isu-isu terpenting dalam Khilafah, seperti definisi Khilafah dan wajibnya Khilafah, walaupun tidak semua aspek dalam Khilafah terbahas, misalnya lembaga-lembaga negara dalam Khilafah secara lengkap. Ad-Dumaiji membagi kitabnya dalam sebuah mukaddimah, dua bab isi, dan sebuah bab kesimpulan. Dua bab isi itu, yang pertama, mengenai Imamah (Khilafah) menurut Ahlus Sunnah. Yang kedua, mengenai Imam (Khalifah) menurut Ahlus Sunnah.

Bab yang pertama dirinci lagi menjadi empat sub-bab, yaitu : (1) definisi Imamah, (2) wajibnya Imamah dan dalil-dalilnya, (3) tujuan-tujuan Imamah, dan (4) metode pengangkatan Imam. Bab yang kedua juga dirinci lagi, menjadi empat sub-bab, yaitu : (1) syarat-syarat Imam, (2) hak dan kewajiban Imam, (3) pemberhentian Imam, (4) berbilangnya Imam. Bab kesimpulan berisikan 26 butir-butir kesimpulan dari keseluruhan uraian kitab yang panjang lagi lebar.

Sebelum dilanjutkan, perlu klarifikasi dulu mengenai istilah Khilafah dan Imamah. Kedua istilah ini sebenarnya sama saja maknanya alias sinonim. Dalam kitabnya Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu Juz 9 hal. 881, Wahbah Az-Zuhaili berkata, “Patut diperhatikan, bahwa Khilafah, Imamah Kubra, dan Imaratul Mu`minin merupakan istilah-istilah yang sinonim (mutaradif) dengan makna yang sama." Jadi, Imamah sama dengan Khilafah, dan Imam sama dengan Khalifah. Ad-Dumaiji sendiri dalam kitabnya hal. 34 juga mengutip pendapat senada dari Muhammad Najib Al-Muthi'i. Dalam takmilah (catatan pelengkap) yang dibuatnya untuk kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi (Juz 17/517), Al-Muthi'i berkata,"Khilafah, Imamah, dan Imaratul Mu`minin adalah sinonim."

Lalu apa latar belakang Ad-Dumaiji menulis kitabnya ini? Ad-Dumaiji menerangkan dalam Mukadimah (hal. 7-10), bahwa yang mendorongnya adalah adanya upaya-upaya jahat berupa tasywih (pencitra-burukan) dan tadnis (pencemaran) terhadap ajaran Khilafah yang telah ada sejak masa awal Islam hingga masa modern kini. Ad-Dumaiji memberikan beberapa contohnya (hal. 8-9). Misalnya pendapat Abdul Hamid Mutawalli dalam Mabadi` Nizham Al-Hukm hal. 162, yang menyatakan bahwa berdirinya Khilafah seperti yang digambarkan para fukaha, adalah mustahil untuk masa sekarang. Contoh lain adalah pendapat Syaikh al-Maraghi (penulis Tafsir Al-Maraghi) yang berkata,"Dimungkinkan sebuah pemerintahan Islam keluar dari agama Islam lalu menjadi sebuah pemerintahan sekuler. Tidak ada larangan untuk itu…seperti halnya negara Turki yang baru." (Musthofa Shabri, Mauqif Al-'Aql wa Al-'Ilm wa Ad-Din, Juz 4/285).

Latar belakang inilah yang membuat Ad-Dumaiji sangat prihatin dan sekaligus menentukan tujuan penulisan tesisnya. Ad-Dumaiji menyatakan bahwa kitabnya bertujuan untuk membersihkan konsep Imamah dari segala macam debu dan kotoran yang menempel sehingga konsep Imamah menjadi jelas bagi siapa saja yang hendak mencari kebenaran (thalibul haq) (hal. 10).

Beberapa Keunggulan Kitab
Setiap kitab punya keterbatasan dan keunggulan. Oleh Ad-Dumaiji sendiri, diakuinya bahwa kitabnya tidaklah membahas Khilafah secara komprehensif, sebagaimana tujuan awalnya (hal. 10-11). Setelah mengumpulkan sekitar 260 referensi dan menelitinya selama dua tahun, Ad-Dumaiji, akhirnya “menyerah" dan membatasi cakupan pembahasannya. Ad-Dumaiji akhirnya hanya menulis dua bab untuk delapan sub-bab sebagaimana sudah diuraikan di atas.

Untuk itu Ad-Dumaiji “hanya" menulis sebanyak 718 halaman, yang sebenarnya itu pun sudah lumayan tebal. Bandingkan dengan kitab-kitab fiqih siyasah sejenis, semisal kitab Muqaddimah fi Fiqh An-Nizham As-Siyasi Al-Islami karya Muhammad Syakir Asy-Syarif (61 halaman). Atau kitab An-Nizham As-Siyasi fi Al-Islam karya Dr. Mazin bin Shalah Mathbaqani (63 halaman). Juga kitab Hablul I'tisham fi Wujub Al-Khilafah fi Din Al-Islam karya Sayyid Muhammad Habib al-Mushili (139 halaman). Atau kitab Fiqh Al-Ahkam As-Sulthoniyah karya Abdul Karim Muhammad Muthi' Al-Hamdawi (363 halaman).

Namun demikian, bagaimana pun juga, di balik keterbatasan cakupannya, kitab Ad-Dumaiji ini patut mendapat pujian. Selain ditulis dengan penuh kesungguhan dan kecermatan, kitab ini juga mempunyai beberapa keunggulan. Di antaranya :

1. Kesadaran Akan Situasi Kontemporer
Ad-Dumaiji menunjukkan kesadaran yang tinggi akan situasi kontemporer umat Islam, khususnya setelah hancurnya Khilafah di Turki tahun 1924. Ad-Dumaiji misalnya berkata dengan tajam,"Ketika 'orang sakit' (Daulah Utsmaniyah) ini mati, anjing-anjing dunia (kilaab al-dunya) membagi-bagi harta warisannya, dan tertancaplah perpecahan dan permusuhan di antara putera kaum muslimin. Loyalitas (wala`) pun lalu diberikan kepada tanah air, nenek moyang, atau suku, sebagai ganti dari loyalitas dan kecintaan kepada Allah dan karena Allah." (hal. 7-8).

Tak hanya mempunyai kesadaran politik, Ad-Dumaiji juga mempunyai wawasan pemikiran politik modern yang memadai. Karenanya dia dapat menilai bahwa,"Sistem pemerintahan dalam Islam berbeda dengan seluruh sistem-sistem pemerintahan buatan manusia, baik yang dahulu maupun sekarang. Perbedaan di antaranya terdapat dalam tujuan, sarana, dan target…" (hal. 575)

Maka bagaikan bumi dan langit, kalau kita bandingkan kesadaran itu dengan kesadaran sebagian ulama negeri ini yang terpengaruh oleh sistem demokrasi yang ada. Mereka gagal memahami perbedaan mendasar antara sistem Khilafah dengan sistem demokrasi yang kufur. Sebagai contoh, ada ulama yang menganggap bahwa lembaga demokrasi sekarang (DPR dan MPR) adalah sepadan dengan Ahlul Halli wal Aqdi sebagaimana uraian oleh Imam Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthoniyah. Padahal Imam Mawardi bicara dalam konteks sistem Imamah (Khilafah), yang berprinsip kedaulatan di tangan syariah. Bukan dalam sistem demokrasi-sekular, yang berprinsip kedaulatan di tangan rakyat.

2. Metode Penulisan Yang Adil
Ad-Dumaiji dalam kitabnya sering kali harus membahas dan menilai berbagai pendapat, baik pendapat yang memang khilafiyah maupun pendapat asing yang lahir dari ideologi kapitalisme-sekular.

Dalam menghadapi masalah khilafiyah, Ad-Dumaiji senantiasa memaparkan hujjah (dalil) masing-masing pendapat, lalu melakukan tarjih untuk memilih pendapat yang terkuat. Jadi tidak sepihak langsung menyatakan pendapat yang dipilih. Sebagai contoh, ada khilafiyah mengenai hukum wajibnya Khilafah, apakah wajibnya itu berdasarkan syara' (pendapat Ahlus Sunnah) atau berdasarkan akal (pendapat Mu'tazilah). Ad-Dumaiji pun memaparkan dalil masing-masing lalu mentarjih yang terkuat, yaitu wajibnya Khilafah itu adalah berdasarkan syara' bukan akal (hal. 65-71).

Dalam menghadapi pendapat asing pun Ad-Dumaiji juga bersikap adil. Terhadap sebagian intelektual yang menolak wajibnya Khilafah, seperti Ali Abdur Raziq (dalam kitabnya Al-Islam wa Ushul al-Hukm), Abdul Hamid Mutawalli (dalam kitabnya Mabadi` Nizham Al-Hukm fi Al-Islam), dan Khalid Muhammad Khalid (dalam kitabnya Min Huna Nabda`), Ad-Dumaiji tetap berusaha menelusuri dan menampilkan hujjah mereka, lalu membantahnya dengan telak. Yang menarik, Ad-Dumaiji juga secara jujur menyebutkan “pertobatan intelektual" di antara penentang Khilafah itu. Tentang Khalid Muhammad Khalid, Ad-Dumaiji menulis secara objektif bahwa semula Khalid menolak wajibnya Khilafah. Lalu Khalid "bertobat" dan menarik pendapatnya serta menulis sebuah kitab Ad-Daulah fi al-Islam untuk menasakh kitab sebelumnya yakni Min Huna Nabda` (hal. 74-75). Cara penulisan yang adil dan objektif dari Ad-Dumaiji ini memang patut diteladani.

3. Memperluas Wawasan
Siapapun yang membaca buku Ad-Dumaiji ini, akan memperoleh tambahan wawasan ilmu keislaman khususnya fiqih siyasah yang tidak sedikit. Maklum saja, karena karya Ad-Dumaiji ini disajikan sebagai hasil olahan dari 260 kitab rujukan. Dan sebagaimana lazimnya penulisan ilmiah, kitab Ad-Dumaiji ini penuh dengan catatan kaki yang memudahkan pembacanya memeriksa dan meneliti rujukan aslinya.

Sebagai contoh, ketika membicarakan dalil-dalil wajibnya Khilafah, Ad-Dumaiji ternyata menemukan enam macam dalil. Dalil pertama, Al-Qur`an : yaitu QS An-Nisaa` : 59, QS Al-Ma`idah : 48-49, QS Al Hadid : 25, dan ayat-ayat hudud qishash, zakat, dan lain-lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada khalifah. Dalil kedua, As-Sunnah, baik sunnah qauliyah maupun sunnah fi'liyah. Dalil ketiga, Ijma' Shahabat setelah wafatnya Rasul dan menjelang wafatnya Umar. Dalil keempat, kaidah syar'iyah berbunyi maa laa yatimmul waajibu illa bihi fahuwa waajib (suatu kewajiban yang tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib juga hukumnya). Menegakkan syariah secara total (sebagai suatu kewajiban) tidak mungkin terwujud kecuali dengan adanya Khilafah, maka Khilafah wajib hukumnya. Dalil kelima, kaidah dharar, yaitu hadits laa dharara wa laa dhiraara (tidak boleh menimbulkan kemudharatan pada diri sendiri maupun orang lain). Bahwa tanpa Khilafah, umat berada dalam kemudharatan, maka Khilafah wajib ada untuk menghilangkan kemudharatan. Dalil keenam, bahwa khilafah termasuk perkara yang dituntut oleh fitrah dan adat manusia (Lihat Ad-Dumaiji, al-Imamah Al-'Uzhma, hal. 49-64).

Sungguh, penjelasan hampir 20 halaman untuk dalil-dalil wajibnya Khilafah ini sudah barang tentu akan memperluas cakrawala wawasan keilmuan muslim. Kita patut berterima kasih kepada penulisnya. Syukron ya Al-Akh Ad-Dumaiji...

Maka akan terasa aneh bin ajaib, kalau ada yang mengatakan, "Khilafah tidak ada dalilnya (nash) dari al-Qur`an dan Hadits. Khilafah hanya ijtihad para shahabat dan ulama." Sesungguhnya akan lebih sopan dan akan bisa dimaklumi kalau mereka mengatakan,"Kami belum menemukan dalil wajibnya Khilafah." Tapi kalau mengklaim Khilafah tidak ada dalilnya, sungguh ini adalah suatu kesombongan yang besar sekaligus pembodohan yang keji kepada umat Islam. Allah Azza wa Jalla akan meminta pertanggungjawaban atas perkataan batil itu di Hari Kiamat nanti. [ ]

REFERENSI

Abdusshomad, Muhyiddin, Mengkonversi Sistem Pemerintahan (Pengantar Diskusi Seputar Khilafah), http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=10652

Al-Hamdawi, Abdul Karim Muhammad Muthi', Fiqih Al-Ahkam Al-Sulthaniyah, (www.saaid.net)

Al-Mushili, Sayyid Muhammad Habib Al-Ubaidi, Hablul I'tisham fi Wujub Al-Khilafah fi Din Al-Islam, (Al-Mushili : Tanpa Penerbit), 2003

Asy-Syarif, Muhammad bin Syakir, Muqaddimah fi Fiqh An-Nizham As-Siyasi Al-Islami, (www.saaid.net)

Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz 9 (Al-Istidrak), (Damaskus : Darul Fikr), 1996

Mathbaqaniy, Mazin bin Shalah, An-Nizham As-Siyasi fi Al-Islam, (www.saaid.net)

Hasil Bahtsul Masail PWNU Jatim "Khilafah" Tidak Tepat Untuk Indonesia, http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=10686