Jumat, Februari 13, 2009

Perlawanan Terhadap Dakwah Islam

Pertempuran antara yang haq dan yang batil tetap terus berlanjut hingga Hari Kiamat. Begitu pula halnya dengan dakwah Rasulullah saw. Ibn Ishaq meriwayatkan, bahwa orang-orang Quraisy makin meningkatkan permusuhannya terhadap Rasulullah saw. dan orang-orang yang memeluk Islam bersama beliau. Mereka mengerahkan orang-orang gila untuk mendustakan beliau, mengganggu dan menuduh beliau sebagai penyair, penyihir, dukun, dan orang gila. Rasulullah saw. tetap menunjukkan perintah Allah, tidak menyembunyikannya; bahkan menampakkan apa yang mereka tidak sukai, menghina agama mereka, mencampakkan patung-patung mereka, dan tidak hanyut dengan kekafiran mereka. (Ibn Hisyam, Sîrah Ibn Hisyâm, jld. I/309-310). Di bagian lain, Ibn Ishaq menceritakan, bahwa setelah itu Islam tersebar luas di kota Makkah, di kalangan masyarakat, baik laki-laki maupun kalangan wanita kabilah-kabilah Quraisy. Orang-orang Quraisy menahan siapa saja yang bisa mereka tangkap dan menyiksa siapa saja yang bisa mereka siksa (Ibid, jld. I/315-316). Berbagai bentuk perlawanan ditunjukkan oleh kafir Quraisy seperti: (1) penganiayaan; (2) propaganda di dalam dan di luar kota Makkah; (3) pemboikotan. Seluruh bentuk perlawanan tersebut dialami bukan hanya oleh Rasulullah saw., melainkan juga seluruh sahabat Rasul yang tergolong angkatan pertama memeluk Islam. Ada yang disiksa agar kembali murtad, seperti yang dialami Bilal; ada pula yang disiksa dan dibunuh sebagaimana yang dialami keluarga Yasir dan Sumayyah. Rasulullah saw. sendiri pun mengalami penganiayaan fisik dari tokoh-tokoh Quraisy; dari mulai dilempari kotoran unta dan kambing, hingga dicekik. Namun, yang paling berat dialami oleh kaum Muslim adalah pemboikotan total atas kaum Muslim dan Bani Hasyim serta Bani Abdul Muthalib oleh pihak Quraisy. Klausul-klausul dalam pemboikotan tersebut berisi, boikot total atas interaksi ekonomi (jual-beli dan transaksi perdagangan lainnya), boikot total atas interaksi komunikasi, dan boikot total atas interaksi sosial (putusnya saling kunjung mengunjungi dan tidak diperbolehkan saling kawin mengawinkan). Pelajaran dan ‘Ibrah Pertama, adalah sunnatullah bahwa dakwah Islam yang mengikuti manhaj (tharîqah) Nabi saw. pasti mengalami berbagai cobaan. Malah bisa dikatakan bahwa adanya perlawanan dari orang-orang (atau negara-negara) kafir terhadap aktivitas dakwah Islam merupakan jalan yang harus dilalui oleh para pengemban dakwah. Allah Swt. berfirman: Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS al-Baqarah [2]: 214). Jika demikian halnya, perlawanan terhadap dakwah Islam bukanlah unsur yang layak diperhitungkan hingga kita mengubah ide/pemikiran dakwah atau metode (tharîqah) dakwah. Sebab, adanya perlawanan merupakan sunnatullah! Oleh karena itu, para pengemban dakwah seyogyanya mampu menggambarkan langkah-langkah dakwah yang akan dilaluinya, termasuk adanya perlawanan terhadap dakwahnya maupun terhadap para pengemban dakwah. Kedua, bentuk-bentuk perlawanan dari pihak-pihak yang tidak menyukai dakwah dan para pengemban dakwah Islam pada umumnya dua macam, yaitu: bentuk tekanan fisik, baik teror, pengusiran, penganiayaan, penculikan, penahanan, hingga pembunuhan; dan non-fisik, baik berupa bujuk rayu dan kompromi (dengan imbalan harta benda, wanita, kekuasaan/jabatan, citra sosial, dan lain-lain), black propaganda dengan segala jenisnya. Pada masa Rasulullah saw, karena beliau memiliki jiwa dan perilaku yang bersih lagi suci, kafir Quraisy tidak memiliki dalih untuk melakukan propaganda yang menyangkut aib beliau, karena memang tidak ada. Propaganda yang dilakukan mereka justru pada implikasi dari dakwah Rasul. Beliau kemudian dicap dengan sebutan si penyihir, si penyair, orang gila, atau dukun. Semua itu tidak berhasil sehingga tekanan kembali pada perlawanan secara fisik. Hingga detik terakhir saw. sebelum berhijrah, ancaman dan tekanan terhadap beliau tidak semakin surut, bahkan diri beliau menjadi sasaran pembunuhan.

Hal yang sama bisa menimpa para pengemban dakwah masa kini, yang berupaya melakukan perubahan di tengah-tengah masyarakat—bahkan seluruh dunia—agar kembali menjalankan sistem hukum Islam. Tuduhan dan propaganda sesat seperti ekstremis, fundamentalis, hingga label teroris sengaja dilekatkan pada para pengemban dakwah oleh Barat dan sekutunya. Tujuannya adalah untuk memutus hubungan antara para pengemban dakwah dan masyarakat. Propaganda tersebut diulang-ulang agar masyarakat memusuhi para pengemban dakwah.
Itulah sebabnya, mengapa para pengemban dakwah dituntut untuk memiliki jiwa dan perilaku yang bersih, serta bergaul di tengah-tengah masyarakat dan bersama-sama masyarakat, agar tuduhan-tuduhan mereka tidak mengenai sasarannya. Selain itu, para pengemban dakwah harus menyadari sekaligus mempersiapkan dirinya bahwa jalan yang akan ditempuhnya penuh dengan skenario jahat dan rekayasa licik musuh-musuh Islam dan kaum Muslim. Karenanya, ia harus memiliki akidah kokoh, dan yakin bahwa hanya Allah saja satu-satunya Zat Yang menolongnya. Yang ditakutinya, serta Yang Menghidupkan dan Mematikan. Dialah Yang Memberi rezeki dan hanya Allah Yang Maha berkuasa atas segala sesuatu. Senjata yang dimiliki para pengemban dakwah Islam adalah keimanannya yang dalam kepada Allah dan ‘peluru’ yang dimuntahkannya hanyalah ayat-ayat Allah Swt. dan as-Sunnah. Hanya dengan itulah para pengemban dakwah melakukan aktivitasnya. Itulah juga yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya di kota Makkah. Ketiga, Rasulullah saw. Mengajari kita sikap untuk menghadapi para penentang dakwah. Khabbab bin Arts berkata (yang artinya): Aku datang menjumpai Rasulullah saw, saat itu beliau tengah berteduh di Ka’bah. Kepada beliau aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak memohonkan pertolongan Allah kepada kami? Apakah engkau tidak berdoa bagi kami?” Beliau menjawab, “Sebelum engkau dahulu ada orang-orang yang disiksa dengan ditanam hidup-hidup, ada yang dibelah kepalanya menjadi dua, ada pula yang di sisir rambutnya dengan sisir besi hingga kulit kepalanya terkelupas. Namun, siksaan-siksaan itu tidak menggoyahkan tekad mereka untuk tetap mempertahankan agama. Demi Allah, Allah pasti akan menuntaskan seluruh persoalan itu sampai seseorang berani berjalan (seorang diri) dari Shan’a ke Hadramaut tanpa merasa takut kepada siapapun selain Allah, dan ia hanya takut kambingnya disergap srigala. Sayangnya, kalian tampak terburu-buru. (HR al-Bukhari). Artinya, kita harus bersabar, yakni tetap memegang teguh keyakinan, ide, dan pemikiran kita (yaitu Islam) yang tetap kita dakwahkan di tengah-tengah masyarakat. Kita juga tetap teguh dengan metode dakwah tersebut, sebagaimana yang dijalankan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Betapapun banyaknya musuh dan apapun propaganda yang mereka lontarkan terhadap Islam dan para pengemban dakwah, semua itu tidak berarti apa-apa di hadapan pengemban dakwah. Baginya, jalan dakwah itu sudah sangat jelas. Apa yang akan dilaluinya, hambatan-hambatan yang akan menimpanya, hasil yang akan diperolehnya, dan janji Allah yang akan diraihnya, semuanya sangat gamblang. Jadi, untuk apa berputus asa? Maju terus, Allâhu Akbar!

Tidak ada komentar: