Jumat, Februari 13, 2009

Perlawanan Terhadap Dakwah Islam

Pertempuran antara yang haq dan yang batil tetap terus berlanjut hingga Hari Kiamat. Begitu pula halnya dengan dakwah Rasulullah saw. Ibn Ishaq meriwayatkan, bahwa orang-orang Quraisy makin meningkatkan permusuhannya terhadap Rasulullah saw. dan orang-orang yang memeluk Islam bersama beliau. Mereka mengerahkan orang-orang gila untuk mendustakan beliau, mengganggu dan menuduh beliau sebagai penyair, penyihir, dukun, dan orang gila. Rasulullah saw. tetap menunjukkan perintah Allah, tidak menyembunyikannya; bahkan menampakkan apa yang mereka tidak sukai, menghina agama mereka, mencampakkan patung-patung mereka, dan tidak hanyut dengan kekafiran mereka. (Ibn Hisyam, Sîrah Ibn Hisyâm, jld. I/309-310). Di bagian lain, Ibn Ishaq menceritakan, bahwa setelah itu Islam tersebar luas di kota Makkah, di kalangan masyarakat, baik laki-laki maupun kalangan wanita kabilah-kabilah Quraisy. Orang-orang Quraisy menahan siapa saja yang bisa mereka tangkap dan menyiksa siapa saja yang bisa mereka siksa (Ibid, jld. I/315-316). Berbagai bentuk perlawanan ditunjukkan oleh kafir Quraisy seperti: (1) penganiayaan; (2) propaganda di dalam dan di luar kota Makkah; (3) pemboikotan. Seluruh bentuk perlawanan tersebut dialami bukan hanya oleh Rasulullah saw., melainkan juga seluruh sahabat Rasul yang tergolong angkatan pertama memeluk Islam. Ada yang disiksa agar kembali murtad, seperti yang dialami Bilal; ada pula yang disiksa dan dibunuh sebagaimana yang dialami keluarga Yasir dan Sumayyah. Rasulullah saw. sendiri pun mengalami penganiayaan fisik dari tokoh-tokoh Quraisy; dari mulai dilempari kotoran unta dan kambing, hingga dicekik. Namun, yang paling berat dialami oleh kaum Muslim adalah pemboikotan total atas kaum Muslim dan Bani Hasyim serta Bani Abdul Muthalib oleh pihak Quraisy. Klausul-klausul dalam pemboikotan tersebut berisi, boikot total atas interaksi ekonomi (jual-beli dan transaksi perdagangan lainnya), boikot total atas interaksi komunikasi, dan boikot total atas interaksi sosial (putusnya saling kunjung mengunjungi dan tidak diperbolehkan saling kawin mengawinkan). Pelajaran dan ‘Ibrah Pertama, adalah sunnatullah bahwa dakwah Islam yang mengikuti manhaj (tharîqah) Nabi saw. pasti mengalami berbagai cobaan. Malah bisa dikatakan bahwa adanya perlawanan dari orang-orang (atau negara-negara) kafir terhadap aktivitas dakwah Islam merupakan jalan yang harus dilalui oleh para pengemban dakwah. Allah Swt. berfirman: Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS al-Baqarah [2]: 214). Jika demikian halnya, perlawanan terhadap dakwah Islam bukanlah unsur yang layak diperhitungkan hingga kita mengubah ide/pemikiran dakwah atau metode (tharîqah) dakwah. Sebab, adanya perlawanan merupakan sunnatullah! Oleh karena itu, para pengemban dakwah seyogyanya mampu menggambarkan langkah-langkah dakwah yang akan dilaluinya, termasuk adanya perlawanan terhadap dakwahnya maupun terhadap para pengemban dakwah. Kedua, bentuk-bentuk perlawanan dari pihak-pihak yang tidak menyukai dakwah dan para pengemban dakwah Islam pada umumnya dua macam, yaitu: bentuk tekanan fisik, baik teror, pengusiran, penganiayaan, penculikan, penahanan, hingga pembunuhan; dan non-fisik, baik berupa bujuk rayu dan kompromi (dengan imbalan harta benda, wanita, kekuasaan/jabatan, citra sosial, dan lain-lain), black propaganda dengan segala jenisnya. Pada masa Rasulullah saw, karena beliau memiliki jiwa dan perilaku yang bersih lagi suci, kafir Quraisy tidak memiliki dalih untuk melakukan propaganda yang menyangkut aib beliau, karena memang tidak ada. Propaganda yang dilakukan mereka justru pada implikasi dari dakwah Rasul. Beliau kemudian dicap dengan sebutan si penyihir, si penyair, orang gila, atau dukun. Semua itu tidak berhasil sehingga tekanan kembali pada perlawanan secara fisik. Hingga detik terakhir saw. sebelum berhijrah, ancaman dan tekanan terhadap beliau tidak semakin surut, bahkan diri beliau menjadi sasaran pembunuhan.

Hal yang sama bisa menimpa para pengemban dakwah masa kini, yang berupaya melakukan perubahan di tengah-tengah masyarakat—bahkan seluruh dunia—agar kembali menjalankan sistem hukum Islam. Tuduhan dan propaganda sesat seperti ekstremis, fundamentalis, hingga label teroris sengaja dilekatkan pada para pengemban dakwah oleh Barat dan sekutunya. Tujuannya adalah untuk memutus hubungan antara para pengemban dakwah dan masyarakat. Propaganda tersebut diulang-ulang agar masyarakat memusuhi para pengemban dakwah.
Itulah sebabnya, mengapa para pengemban dakwah dituntut untuk memiliki jiwa dan perilaku yang bersih, serta bergaul di tengah-tengah masyarakat dan bersama-sama masyarakat, agar tuduhan-tuduhan mereka tidak mengenai sasarannya. Selain itu, para pengemban dakwah harus menyadari sekaligus mempersiapkan dirinya bahwa jalan yang akan ditempuhnya penuh dengan skenario jahat dan rekayasa licik musuh-musuh Islam dan kaum Muslim. Karenanya, ia harus memiliki akidah kokoh, dan yakin bahwa hanya Allah saja satu-satunya Zat Yang menolongnya. Yang ditakutinya, serta Yang Menghidupkan dan Mematikan. Dialah Yang Memberi rezeki dan hanya Allah Yang Maha berkuasa atas segala sesuatu. Senjata yang dimiliki para pengemban dakwah Islam adalah keimanannya yang dalam kepada Allah dan ‘peluru’ yang dimuntahkannya hanyalah ayat-ayat Allah Swt. dan as-Sunnah. Hanya dengan itulah para pengemban dakwah melakukan aktivitasnya. Itulah juga yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya di kota Makkah. Ketiga, Rasulullah saw. Mengajari kita sikap untuk menghadapi para penentang dakwah. Khabbab bin Arts berkata (yang artinya): Aku datang menjumpai Rasulullah saw, saat itu beliau tengah berteduh di Ka’bah. Kepada beliau aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak memohonkan pertolongan Allah kepada kami? Apakah engkau tidak berdoa bagi kami?” Beliau menjawab, “Sebelum engkau dahulu ada orang-orang yang disiksa dengan ditanam hidup-hidup, ada yang dibelah kepalanya menjadi dua, ada pula yang di sisir rambutnya dengan sisir besi hingga kulit kepalanya terkelupas. Namun, siksaan-siksaan itu tidak menggoyahkan tekad mereka untuk tetap mempertahankan agama. Demi Allah, Allah pasti akan menuntaskan seluruh persoalan itu sampai seseorang berani berjalan (seorang diri) dari Shan’a ke Hadramaut tanpa merasa takut kepada siapapun selain Allah, dan ia hanya takut kambingnya disergap srigala. Sayangnya, kalian tampak terburu-buru. (HR al-Bukhari). Artinya, kita harus bersabar, yakni tetap memegang teguh keyakinan, ide, dan pemikiran kita (yaitu Islam) yang tetap kita dakwahkan di tengah-tengah masyarakat. Kita juga tetap teguh dengan metode dakwah tersebut, sebagaimana yang dijalankan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Betapapun banyaknya musuh dan apapun propaganda yang mereka lontarkan terhadap Islam dan para pengemban dakwah, semua itu tidak berarti apa-apa di hadapan pengemban dakwah. Baginya, jalan dakwah itu sudah sangat jelas. Apa yang akan dilaluinya, hambatan-hambatan yang akan menimpanya, hasil yang akan diperolehnya, dan janji Allah yang akan diraihnya, semuanya sangat gamblang. Jadi, untuk apa berputus asa? Maju terus, Allâhu Akbar!

Antara Jihad Dan Imperialisme Oleh Farid Wadjdi

Salah satu upaya Barat untuk melestarikan imperialismenya di Dunia Islam adalah dengan memadamkan api jihad di tengah-tengah kaum Muslim. Negara-negara imperialis itu sangat sadar, bahwa jihad yang dilakukan oleh kaum Muslim di seluruh dunia jelas akan membahayakan status quo mereka sebagai negara yang mendominasi dan merampok dunia saat ini.

Berbagai cara kemudian dilakukan untuk itu; baik secara halus atau kasar; mulai dari mempelintir dalil-dalil al-Quran sampai melakukan penghinaan dan pemutarbalikan fakta. Upaya pemilintiran makna jihad antara lain dengan mengatakan jihad dalam Islam bersifat defensif (bertahan), bukan ofensif. Mereka juga memanfaatkan ulama-ulama yang dikesankan bijak dan alim dengan mengatakan, yang terpenting adalah jihad melawan hawa nafsu; jihad ini adalah jihad akbar dibandingkan dengan jihad dalam pengertian perang. Ada juga upaya untuk memperluas makna jihad dengan mengambil makna bahasanya. Muncul pula istilah-istilah yang sebelumnya tidak dikenal pada zaman Rosulullah dan salaf ash-shâlih, seperti jihad pembangunan, jihad politik, jihad ekonomi, jihad pendidikan, dan lain-lain. Semua itu bermuara pada direduksinya makna jihad dalam pengertian yang sesungguhnya, yakni perang.

Tidak berhenti di sana, jihad pun diputarbalikkan dengan makna-makna yang jelek. Jihad kemudian diidentikkan dengan terorisme, fundamentalisme, barbarisme, dan tuduhan-tuduhan keji lainnya. Tindakan pejuang Palestina, Irak, Chechnya, Moro, Pattani, yang dijajah terutama oleh negara-negara imperilias disebut dengan tindakan teroris dan militan barbar. Sebaliknya, apa yang dilakukan AS dan negara-negara imperialis lainnya dicitrakan sebagai tindakan yang baik. AS dan Inggris menyerang Irak, Afganistan disebut sebagai tindakan pembebasan, penegakan demokrasi, dan HAM.

Adapula yang mengatakan, sebenarnya tidak ada bedanya antara imperilisme Barat dan jihad (futûhât) dalam Islam. Kedua-duanya menggunakan kekerasaan, menumpahkan darah, merampok, serta merampas dan mengeksploitasi negara yang dijajahnya. Dalam persfektif ini, kemudian mereka menuduh agama sebagai sumber konflik dan kekacaauan di dunia. Mereka kemudian menyerukan ide-ide humanis, seperti perdamaian.

Penggunaan Kekerasaan oleh Negara

Bisa dipastikan, tidak ada satu negara besar yang berbasis ideologi pun di dunia ini yang tidak menggunakan kekerasaan dalam meraih tujuan-tujuannya. Sebut saja, misalnya, AS sebagai negara kapitalis terkemuka di dunia. Dalam praktiknya, AS banyak menggunakan kekerasaan untuk menyebarluaskan ide-ide Kapitalismenya dan mencapai kepentingan nasionalnya.

Negara-negara yang berbasis ideologi Sosialisme-Komunisme juga melakukan hal yang sama. Sejarah telah mencatat bagaimana Rusia saat Perang Dingin melakukan pembantaian bukan hanya di negaranya, tetapi hampir di seluruh dunia.

Memang, penggunaan kekerasaan tidak bisa dihilangkan mengingat dunia pastilah terdiri dari berbagai macam pemikiran, ideologi, atau kepentingan. Saat satu negara ingin menyampaikan ideologinya atau kepentingannya, pastilah terjadi perlawanan dari pihak lain yang juga memiliki kepentingan. Manusia juga tidak semuanya baik dan tidak semuanya bisa disadarkan dengan kata-kata.

Sebuah negara kadang-kadang juga harus menggunakan kekerasaan untuk menghentikan atau mencegah tindakan kejahatan negara lain.
Tinggal persoalannya, atas dasar apa kekerasaan itu digunakan, tujuannya apa, dan bagaimana caranya. Inilah yang membedakan penggunaan kekerasaan oleh negara-negera ideologis tersebut. Dalam hal ini, sebuah ideologi akan sangat mempengaruhi bagaimana penggunaan kekerasan tersebut dilakukan. Jadi, meskipun Negara Islam dan Negara Kapitalis sama-sama menggunakan kekerasan, ada perbedaan mendasar di antara keduanya.

Motif dan Tujuan

Jihad bermotifkan keinginan untuk melaksanakan perintah Allah Swt. Kemurnian motif ini menjadi penentu apakah seseorang diterima amal jihadnya atau tidak. Karena itu, jihad yang benar dan yang ikhlas karena semata-mata menjalankan perintah Allah akan menyampingkan dominasi hawa nafsu manusia yang cenderung pada kerusakan.

Islam bersumber dari Allah Swt. Yang menciptakan alam semesta, Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Karena itu, penerapan ideologi Islam pasti akan memberikan rahmat/kebaikan pada setiap manusia (Lihat: QS al-Anbiya’ [21]: 107).

Rahmat tersebut sesungguhnya akan terwujud dengan penerapan hukum-hukum Islam. Karena itu, ideologi Islam yang sesuai dengan fitrah dan memuaskan akal manusia akan memberikan kebaikan kepada seluruh umat manusia. Sebaliknya, ideologi Kapitalisme bermotifkan keserakahan manusia untuk memuaskan hawa nafsunya. Tidak mengherankan kalau imperialisme membawa bencana bagi manusia.

Karena itu, tujuan jihad tidak ada hubungan dengan keinginan untuk merampas dan mengekploitasai bangsa lain serta mendapatkan kedudukan untuk mendominasi manusia lain atau menindas bangsa lain. Tidak ada sama sekali. Tujuan jihad adalah semata-mata untuk menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia sehingga Islam sebagai agama yang membawa kebaikan pada setiap manusia bisa dirasakan oleh siapapun tanpa ada yang menghalanginya.

Allah Swt. telah menjelaskan beberapa tujuan dari jihad di dalam al-Quran: Pertama, meninggikan kalimat Allah dan melenyapkan segala macam fitnah (kekufuran). Allah Swt. berfirman:

Perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah (kekufuran) dan adalah agama bagi Allah semata-mata. (QS al-Baqarah [2]: 193).

Kedua, menghilangkan kezaliman yang menimpa umat Islam. Allah Swt. Berfirman:

Diizinkan bagi orang-orang yang diperangi (untuk berperang) karena mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah Mahakuasa untuk menolong mereka. (QS al Hajj [22]: 39).

Ketiga, menggentarkan musuh Allah dan siap saja yang berada di belakang musuh hingga mereka tunduk kepada Islam. Allah Swt. berfirman:

Siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang kalian sanggupi, dan dari kuda-kuda yang ditambatkan (untuk persiapan perang), yang dengan itu kalian menggentarkan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kalian. (QS al-Anfal [8]: 60).

Walhasil, jihad jelas berbeda dengan imperialisme yang berpijak pada ideologi Kapitalisme. Imperialisme didorong oleh keserakan manusia, yaitu untuk merampas kekayaan alam negeri yang dijajah, mendominasi, dan menindas manusia-manusia yang ada di dalamnya. Motif imperialisme/kolonialisme Barat tidak bisa dipisahkan dari ideologi Kapitalisme yang diusung oleh mereka.

Imperialisme (penjajahan) sendiri merupakan strategi kebijakan luar negeri yang sering ditempuh oleh negara-negara kapitalis. Imperialisme, kolonialisme, atau penjajahan telah dijadikan oleh negara-negara kapitalis seperti AS untuk membuka peluang baru bagi penanaman modal, menemukan pasar baru bagi kelebihan produksi yang tidak dapat dijual di dalam negeri, serta mengamankan pemasukan bahan baku murah untuk kelanjutan proses produksi dalam negeri. Imperialisme ini kemudian menimbulkan hubungan superior dan inferior—negara-negara kapitalis menganggap mereka merupakan tuan, sementara negara lain adalah budak yang harus tunduk apapun perintah tuannya.

Perbedaan Cara

Motif dan tujuan yang berbeda tentu saja melahirkan cara yang berbeda pula. Motif dan tujuan yang didasarkan pada keserakahan hawa nafsu manusia seperti dalam ideologi Kapitalisme telah membuat ideologi ini menganut prinsip menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan. Bagi negara penganut ideologi Kapitalisme, penipuan, kebohongan, sampai pembantaian umat manusia adalah sah-sah saja dalam rangka mencapai tujuannya. Tidaklah mengherankan kalau sejarah Kapitalisme dunia diisi dengan dengan darah dan air mata dari negara yang dijajah.

Dalam sejarah kolonialisme tidak terhitung berapa korban dari wilayah yang dijajah. Perang Dunia I dan II saja memakan jutaan jiwa dan penderitaan bagi mereka yang masih hidup. Dua bom atom yang dijatuhkan di Jepang membunuh lebih dari tiga juta jiwa rakyat sipil. Perang Dingin dan Perang Melawan Terorisme yang dipimpin oleh AS juga telah menimbulkan banyak korban rakyat sipil. Dalam Perang Vietnam AS menumpahkan 12 juta galon Agen Orange, menghancurkan 4,5 juta hektar tumbuhan, dan menewaskan banyak rakyat sipil. Ribuan kaum Muslim di Irak dan Afganistan dibunuh atas dasar perang melawan terorisme yang penuh kebohongan. Embargo yang disponsori oleh AS telah membunuh lebih dari 1,5 juta rakyat Irak.

Akan tetapi, semua itu dipandang enteng oleh negara-negara imperilias tersebut. Lihat saja saat Collin Powel ditanya tentang terbunuhnya lebih kurang 200.000 rakyat Irak dalam Perang Teluk di era Bush Senior dulu. Dengan enteng, dia menjawab, “Tidak begitu peduli dengan angka-angka itu.”

Madeleine Albright (Menlu AS era Clinton) oleh koresponde CBS tentang jumlah korban rakyat Irak yang mencapai 800.000 orang akibat embargo PBB. Jawaban Albrigt sama kejamnya, “We think the price worth itu, (Kami kira itulah harga yang pantas untuk itu).”
Jadi, membunuh ratusan ribu nyawa kaum Muslim dianggap sebagai harga yang pantas demi kejayaan Kapitalisme yang rakus. Hal yang sama diungkap oleh Rumsfeld melalui kata-katanya, “Free people have the right to do bad things and commit crimes.”
Artinya, bagi negara-negara yang menganut kebebesan tersebut, apapun menjadi sah untuk dilakukan bahkan untuk melakukan tindakan kriminalitas.

Hal ini sangat berbeda dengan Islam yang menjalankan perangnya atas dasar petunjuk Allah Swt. Ada aktivitas yang harus dilakukan sebelum perang, yakni mengajak mereka terlebih dulu memeluk Islam. Kalau tidak mau, mereka ditawari masuk dalam kekuasaan Khilafah seraya membayar jizyah, meskipun mereka tetap pada agama mereka. Walhasil, dalam Islam, perang merupakan pilihan terakhir.

Perang Islam juga bukanlah perang yang barbar. Perang dalam rangka futûhât bukanlah untuk memerangi rakyat setempat, tetapi untuk menghilangkan penghalang-penghalang fisik, termasuk penguasa zalim mereka yang menghalangi diterima Islam secara lapang dan jujur. Dalam perang itu, Islam melarang membunuh orang-orang yang bukan termasuk tentara perang seperti anak-anak kecil, wanita, orang tua, dan para rahib di gereja-gereja. Tawanan perang juga diperlakukan dengan baik. Penggunaan senjata pemusnah massal seperti senjata nuklir dan senjata kimia hanya digunakan kalau musuh menggunakan senjata yang serupa. Sebab, dalam Islam musuh harus diperlakukan setimpal. (Lihat: QS an-Nahl [16]: 126).

Fakta Yang Terbantahkan

Perbedaan motif, tujuan, dan caranya juga tentu saja memberikan hasil yang berbeda. Jihad yang dilakukan Islam telah memberikan kebaikan kepada setiap manusia. Penerapan aturan Islam yang adil kepada masyarakat yang ditaklukkan membuat mereka (yang ditaklukkan) tidak pernah merasa berbeda dengan yang menaklukkan mereka. Sebab, Daulah Khilafah Islam memberikan jaminan kebutuhan pokok, kesejahteraan, dan keamanan yang sama bagi seluruh warganya; tanpa melihat apakah dia merupakan rakyat yang ditallukkan atau tidak. Mereka sama-sama hidup sejahtera di bawah naungan Islam.

Penerapan hukum Islam akan menjamin kebutuhan pokok dan keamanan warganya. Islam juga menjamin pendidikan yang gratis bagi seluruh warga negara, kesehatan yang gratis, dan perlakuan penerapan hukum yang sama; tanpa memandang dari suku, kelompok, bangsa, atau agamanya apa dia berasal.

Rasulullah sendiri sangat memperhatikan perlakuan terhadap ahlu dzimmah ini agar mereka tidak disakiti dan dizalimi. Rasulullah juga melarang merusak tempat-tempat ibadah non-Muslim. Persamaan di depan hukum sangat tampak jelas dari pernyataan Rasulullah yang menyatakan akan memotong tangan pencuri meskipun itu adalah anaknya sendiri. Hal ini dipraktikkan oleh kepala negara (Khalifah) setelahnya. Sangat populer praktik keadilan Islam seperti diriwayatkan bagaimana seorang Yahudi dibebaskan dari tuduhan mencuri di pengadilan Islam karena tidak cukup bukti.

Padahal yang memperkarakannya adalah pemimpin negara Islam sekaligus sahabat Rasulullah yang agung, Khalifah Ali bin Abi Thalib.
‘Umar bin al-Khaththab, saat menjadi khalifah, pernah membebaskan tanah milik orang Yahudi yang dirampas untuk dibangun masjid. Khalifah menyuruh agar masjid itu dirubuhkan dan tanahnya dikembalikan kepada Yahudi. Dia juga pernah membebaskan seorang Yahudi tua yang tidak sanggup lagi membayar jizyah (bayaran yang diberikan warga non-Muslim kepada negara) karena memang tidak mampu. Bahkan Khalifah menyuruh bendahara Baitul Mal (lembaga keuangan negara) untuk menyantuni Yahudi tersebut.

Perlu dicatat, bahwa fakta kebaikan ini bukankah semata-mata karena keluhuran pemimpin secara individu, tetapi memang mereka menerapkan aturan Islam tentang hukum-hukum kepada ahlu dzimmah (warga non-Muslim).

Rakyat yang negerinya ditaklukkan oleh Islam pun tidak pernah menganggap Islam sebagai penjajah. Sebaliknya, yang terjadi, mereka menyatu dengan pemeluk Islam lainnya dan bahkan menjadi pembela Islam. Tidak pernah didengar rakyat Mesir, Suriah, Libya, atau Bosnia menganggap Islam sebagai penjajah. Bahkan negeri-negeri itu dipenuhi dengan pejuang-pejuang Islam yang membela agamanya. Kalau Islam dianggap penjajah, bagaimana mungkin mereka membela dan memperjuangkannnya?

Berbeda halnya dengan penjajahan negara-negara imperialis. Hampir sebagian besar rakyatnya menganggap mereka adalah penjajah. Indonesia, sampai kapanpun, akan menganggap Belanda dan Jepang sebagai penjajah. Rakyat Mesir akan abadi menganggap Inggris sebagai penjajah. Itali pun sampai sekarang tetap dianggap penjajah oleh rakyat Libya. Apa yang terjadi di Irak dan Afganistan sekarang adalah bukti yang nyata. Rakyat Irak, meskipun mereka tidak setuju terhadap rezim sebelumnya yang lalim seperti Saddam Husain, bukan berarti mereka menerima Amerika Serikat. Negara super power ini tetap saja dianggap sebagai penjajah. Anggapan ini bukan tanpa alasan, tetapi memang didukung oleh fakta-fakta kekejaman negara itu.

Kalaupun ada yang gembira dengan kedatangan penjajah tersebut, jumlah mereka sangat sedikit. Mereka pada umumnya adalah pengkhianat yang hanya menginginkan kesenangan harta dan kekuasaan.

Syariat Islam yang ingin diterapkan jelas bukan hanya simbol atau kulitnya saja, tetapi benar-benar secara keseluruhan. Dengan demikian, Islam sebagai rahmat bagi semua akan terwujud. Seperti pengakuan Phillip Hitti dalam Short History of The Arab tentang sumbangan orang-orang Arab (Islam) bagi kemajuan manusia, “During all the first part of the Middle Age, no other people made as important a contribution to human progress as did the Arabs….”

Hal yang sama dinyatakan oleh Carleton, saat mengomentari peradaban Islam dari tahun 800 M hingga 1600 M, menyatakan, “Peradaban Islam merupakan peradaban yang terbesar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan negara adidaya (super state) yang terbentang dari satu samudera ke samudera lain; dari iklim utara hingga tropis dengan ratusan juta orang di dalamnya, dengan perbedaan kepercayaan dan suku.”(Technology, Business, and Our Way of Life : What’s Next).

Proyek Isa, Mengajak Muslim Menuju Kristiani

Organisasi misionari neo-evangelis kini tengah bergiat menyebarkan ajaran Kristiani di kalangan Muslim Asia melalui program radio berjudul Kasih Sayang Muslim dan penghormatan terhadap Yesus Kristus.

"Kami meminta Tuhan setiap orang untuk berdoa dan melindungi kami sebagaimana kami berupaya membawa cinta kasih Yesus ke dunia Muslim, "demikian ujar Gregg Haris, presiden dari Far East Broadcasting Company (FEBC), seperti yang dikutip oleh Mission Networ News (MNN) pada 12 Februari lalu.

"FEBC sendiri telah mengudara di dunia Muslim sejak beberapa tahun lalu, dan kami menemukan jika Muslim mendengar tentang cinta kasih Tuhan, mereka semakin ingin tahu lebih dalam," ujar Gregg

FEBC yang menyiarkan program-program Kristiani di dunia lebih dari 150 bahasa, telah meluncurkan rencana jangka panjang untuk menyebarkan Kristen kepada Muslim secara internasional.

Program misionari bernama Proyek Isa itu akan menarget Muslim di Indonesia, Bangladesh, India, dan Pakistan, yang merupakan separuh dari populasi Muslim dunia.

FEBC, menurut Gregg sedang dalam tahap penyelesaian Proyek Isa pertama di Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Organisasi itu juga berencana menarget negara mayoritas Muslim, Kazaktan.

"Banyak orang percaya jika Kazaktan akan menjadi kunci berpengaruh dalam iklim keberagamaan di Asia Tengah.

Nama Proyek Isa sengaja dipilih setelah melalui penelitian menyeluruh. "Yesus bukanlah nama asing bagi Muslim," ujar organisasi tersebut dalam situs mereka.

Muslim mempercayai keberadaan Yesus sebagai salah satu nabi besar Tuhan dan ia adalah putra Mariam, namun bukan Anak Tuhan. I dituturkan lahir dalam keajaiban.

FEB meyakini dengan menggunakan nama Yesus seperti dalam kitab suci Al Qur'an akan menjadi jalan terbaik untuk menarik para Muslim.

"Kami cukup beruntung untuk dapat mengatakan pada mereka, "Hei inilah kebenaran Tuhan sesungguhnya dan Anak Tuhan Yesus Kristus. Anda dapat mengenal Dia," ujar Gregg yang juga menjadi direktur program.

FEBC sendiri adalah radio Kristen Internasional yang menyiarkan program dari transmisis lokal di berbagai penjuru dunia.

Radio itu didirikan pada 1945 oleh veteran Perang Dunia II dengan tujuan menciptakan siaran keagamaan yang membawa Gospel kepada jutaan orang di Asia.

Evangelisasi oleh Pantekosta dan misionaris evangelikal, yang umumnya mengincar area Muslim bermasalah, miskin dan dilanda bencana telah lama memicu kemarahan Muslim.

Begitupun dalam General Synod, sebuah pertemuan Gereja Inggris di London pada Rabu pekan ini, tetap memberi dukungan melimpah terhadap mosi pertanyaan pendeta dengan memberi saran, "tetap lakukan dan lakukan envangelisasi,"

"Setiap orang dalam pemikiran saya memiliki potensi untuk beralih," ujar Rev Nezlin Sterling.

Oktober tahun lalu, Gordon Showell-Rogers, Sekretaris Jenderal Aliansi Evangelikal Eropa (EEA) mengajak untuk melakukan upaya membawa Muslim di daratan Eropa beralih menuju Kristiani, dan menganggap imigrasi Muslim pada benua itu sebagai sebuah ''celah evangelistik"./iol/it

Mencari Bidadari Peradaban Dunia (Magazine Version)

Pada tahun 837 Masehi, seorang budak muslimah dilecehkan kemuliaannya oleh seorang prajurit Romawi di kota Amoria, kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya. Perempuan itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu'tashim Billah dengan lafadz yang legendaris: Waa Mu'tashimaah…!!!

Setelah mendapat laporan mengenai pelecehan itu, maka Sang Khalifah yang berada di Baghdad pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Amoria dan melibas semua orang kafir Romawi yang ada di sana . Sekitar 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 yang lain ditawan. Seseorang meriwayatkan bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari istana khalifah hingga kota Amoria karena besarnya jumlah pasukan.

Begitu menduduki kota tersebut, khalifah memanggil sang pelapor untuk ditunjukkan dimana rumah perempuan tersebut, saat berjumpa dengannya ia bertanya "Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?"

Sang budak perempuan inipun dibebaskan oleh Sang Khalifah, sedangkan orang Romawi yang melecehkannya dijadikan budak bagi perempuan tersebut.

Lumpur Nista Peradaban

Sekian abad yang lalu, Fir’aun yang lalim menguasai Mesir. Dalam masa pemerintahan penuh kekejaman itu, banyak ditemui kejadian seorang raja yang menikahi saudara perempuan atau bahkan anak perempuannya sendiri. Selain itu, kisah tentang persembahan gadis cantik untuk sungai Nil dan para penarinya sudah tidak asing di telinga kita. Ini menunjukkan bagaimana rendahnya sebuah peradaban memandang dan memperlakukan perempuan di Mesir Kuno.

Peradaban India Kuno pun tidak kalah nista dalam memperlakukan perempuan. Perempuan tidak punya hak sedikitpun untuk menentukan suami. Diantara mereka banyak yang diwajibkan menjadi pelayan Tuhan di kuil-kuil. Salah satu kewajiban mereka adalah melayani tokoh kuil yang disebut Dukun Brahmana. Dalam Undang-Undang India Kuno dikenal delapan macam perkawinan yang kesemuanya merendahkan kehormatan perempuan. Upacara Sati, merupakan salah satu tradisi keji dimana seorang janda dibakar hidup-hidup bersama mayat suaminya yang baru meninggal.

Dalam peradaban Cina, seorang suami boleh menjual istrinya kalau ia memerlukan uang. Perlakuan dalam rumah tangga pun terkadang tidak manusiawi. Istri tidak boleh makan bersama suami. Bahkan makanan yang dimakannya adalah sisa-sisa makanan suaminya itu.

Peradaban Arab Pra Islam juga sangat keji ketika memperlakukan perempuan. Bayi perempuan yang baru lahir dikubur hidup-hidup karena dianggap sebagai sumber kesialan dan memalukan keluarga.

Peradaban Yunani yang dianggap sebagai puncak peradaban intelektual di masanya ternyata tidak memberikan tempat bagi perempuan dengan layak. Pemerintahan Yunani Kuno secara resmi mengakui adanya praktik pelacuran dalam kegiatan sosial ekonominya. Para pelacur ini dikenakan pajak untuk disetor kepada negara. Sumber pendapatan dari pelacuran ini bahkan dianggap salah satu pendapatan negara yang penting.

Agama Yahudi, berdasarkan Hebrew Scipture (kitab-kitab Yahudi), memandang bahwa perempuan selalu dalam kutukan dewa. Sejak lahir ia selalu berdosa dan akan terus berdosa hingga ia mati. Agama Nashara juga menganggap hal serupa. Hal ini dikarenakan anggapan bahwa yang membujuk Adam untuk memakan buah terlarang adalah Hawa. Kesimpulannya, seperti ditulis DR. Yusuf Qaradhawi tentang pandangan dua keyakinan ini, perempuanlah yang telah menyebabkan Adam dan keturunannya dikeluarkan dari surga.

Cahaya di Atas Cahaya

Pada masa Renaissance, terjadi perubahan sosial politik yang revolusioner. Peradaban kegelapan (Dark Age) di Eropa bangun dan menggeliat menjadi peradaban pencerahan. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh perlawanan kaum tertindas terhadap otoritas Gereja Katolik. Perlawanan ini membentuk agama Kristen Protestan yang terpisah dari gereja Katolik Roma sebagai pusat kepausan kala itu.

Agama Kristen Protestan yang mengedepankan sisi kemanusiaan dan ilmu pengetahuan bisa dikatakan membawa Eropa menuju cahaya peradabannya dan menemukan bentuk jati diri mereka sebagai salah satu bagian dari mozaik peradaban dunia. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Militer dan politik berganti wajah. Industri dan ekonomi berubah dalam alunan revolusi. Sistem sosial dan seni Renaissance bahkan menjadi salah satu aliran pada waktu itu.

Kedudukan perempuan pun menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bahkan di beberapa kerajaan, perempuan menjadi ratu yang memimpin sebuah kerajaan besar, Spanyol misalnya. Pemahaman akan liberalisme menjadi jalan bagi perubahan paradigma masyarakat Eropa dalam memperlakukan perempuan. Mereka mampu berkembang dan menduduki pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya tidak mereka bayangkan sendiri.

Sekitar seribu tahun sebelumnya di semenanjung Arab, Islam datang dan membebaskan perempuan dari kubangan lumpur nista peradaban. Mengangkatnya hingga pada kemuliaan dan kehormatan yang tinggi yang tidak didapati pada peradaban sebelumnya. Pada masa itu kaum perempuan diberi kebebasan yang sangat luas dengan aturan-aturan dan batasan-batasan yang manusiawi. Perlakuan perempuan seakan binatang dihilangkan dan digantikan dengan persamaan kedudukan dengan laki-laki dalam banyak hal.

Posisi perempuan dalam peradaban Islam mulai berkembang sejak masa Nabi Muhammad saw hidup. Banyak muncul para ilmuwan perempuan yang menjadi rujukan ilmuwan laki-laki seperti Sayyidah Aisyah, salah seorang istri Nabi Muhammad saw. Puncak peradaban Islam di bidang intelektual terjadi ketika pusat pemerintahan pindah ke Baghdad. Pada masa sesudah itu, puncak perkembangan peran perempuan muslim terjadi di Andalusia, sebuah negara Islam yang sekarang merupakan bagian dari Spanyol.

Islam dan Renaissance membawa perubahan penting sebuah peradaban dalam memperlakukan perempuan. Hal ini berlangsung hingga peradaban modern di abad 20-an. Hasilnya dapat dilihat dengan banyaknya ilmuwan perempuan yang menghasilkan karya-karya monumental dan luar biasa.

Dalam kepemimpinan demokrasi, banyak kita dapati perempuan-perempuan tangguh yang mampu memimpin rakyat. Sebut saja Benazir Bhuto dari Pakistan, Margareth Tatcher dari Inggris, Gloria Macapagal Arroyo dari Philipina atau Megawati Soekarnoputri dari Indonesia.

Orientasi Diri

Kebebasan yang diusung oleh paham demokrasi yang didengung-dengungkan oleh Amerika dengan berbagai elemennya memberikan banyak dampak pada kedudukan, kondisi dan kepribadian perempuan. Setiap perempuan yang terjerat janji manis kebebasan merasa punya hak untuk menuntut kebebasannya itu tanpa batas. Ia tidak mau terikat pada kodrat, aturan dan norma yang menjadi sistem kehidupan manusia. Asalkan itu menyenangkan dirinya maka ia menganggap bahwa itulah hak yang boleh ia miliki secara mutlak.

Emansipasi yang merupakan jargon hidup mereka, menjadi pembenaran atas apa yang mereka inginkan. Meskipun hal itu berlawanan dengan kodrat penciptaan mereka sebagai manusia.

Hak Asasi Manusia dianggap sebagai legalitas atas semua keinginan dan kebebasan personal. Tidak boleh ada yang menahan dan menghalangi apa yang mereka inginkan. Jika sampai ada yang menghalang-halangi kehendak bebas individu berarti ia telah melanggar HAM. Atas dasar ini pulalah, agama, moral, nilai, norma, bahkan hokum, dilanggar begitu saja.

Belum lagi pengaruh media massa sebagai corong pencucian otak yang bekerja menurut ide-ide Zionis dan kapitalis. Padahal setiap diri wajib waspada terhadap langkah-langkah yang akan dan telah ditempuh Zionis terlaknat. Seperti yang sudah ditulis dalam Protocol of Zion (Protokolat Zionisme), mereka telah merencanakan penghancuran peradaban di luar peradaban mereka dengan cara-cara licik melalui media massa. Diantaranya adalah dengan mengubah orientasi kaum perempuan dalam memandang tugas dan fungsi utamanya sebagai manusia.

Mereka menjerumuskan kaum perempuan dan menyibukkannya dengan kegiatan-kegiatan tidak berguna. Menjadikannya lupa dengan tugas utamanya sebagai pembangun peradaban.

Kita dapati dalam info komersial di televisi bahwa keunggulan perempuan dibanding perempuan yang lain adalah berdasarkan warna kulitnya, semakin putih semakin berharga. Rambut yang hitam dan lurus semakin menarik di mata pria. Bibir merah merekah bak delima adalah nilai utama. Bulu mata yang lentik. Kuku berkilau. Badan yang langsing. Baju yang seksi untuk menarik mata pria yang memandangnya. Sebuah perang pemikiran.

Komoditas. Begitulah kondisi perempuan di masa modern ini. Fisik dan jiwa mereka dijadikan barang dagangan oleh para iblis berwujud manusia. Jual beli untuk pelacuran. Atau dengan dalih bekerja di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Wanita. Banyak juga yang dengan suka rela dijadikan komoditas. Bekerja di tempat remang dunia malam. Ujungnya ketika ditanya, semua menjawab karena motif ekonomi.

Kaum kapitalis pemuja nafsu bersembunyi dibalik brain, beauty and behavior, menggelar berbagai macam acara putri-putrian. Menipu masyarakat dengan kegiatan sosial yang dikampanyekan. Pencegahan HIV/AIDS dengan menggunakan kondom, melegalkan hubungan seks di luar pernikahan.

Tidak hanya menganiaya diri sendiri. Kaum perempuan modern juga dianiaya oleh kemodernan itu sendiri. Kekerasan, pemerkosaan, pencabulan, pelecehan, hingga pembunuhan. Dari laporan Institut Perempuan pada periode Januari-Juni 2007, terdapat 149 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 285 kasus lainnya menimpa anak-anak. Proporsi kasus Kekerasan Dalam Wilayah Publik (KDWP), yaitu sebesar 42%, diikuti dengan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kekerasan oleh negara, yaitu secara berturut-turut 39% dan 17%. Sementara itu, dilihat dari jumlah korban, korban terbanyak mengalami kekerasan dalam wilayah publik, yaitu 39%, diikuti kekerasan oleh negara sebesar 33% dan KDRT 28%. Kekerasan oleh negara meliputi trafficking (52%), kematian buruh migran (39%), penjara (9%), dan razia, malpraktik serta hilang kontak masing-masing 4%. Ini adalah angka yang dilaporkan dan diketahui.

Perempuan Peradaban, Bidadari Dunia

Alangkah indah sebuah pepatah yang diungkapkan orang-orang bijak kepada para perempuan: Di balik keberhasilan setiap pahlawan besar, selalu ada perempuan agung.

Ada dua kemungkinan besar yang dimaksud perempuan agung dalam pepatah tersebut. Bisa jadi ia adalah sang istri dari pahlawan itu, bisa jadi ia adalah sang ibu dari pahlawan itu. Atau mungkin kedua-duanya sekaligus, sang istri dan sang ibu.

“Pepatah itu,” tulis Anis Matta dalam buku kumpulan artikelnya yang berjudul Mencari Pahlawan Indonesia, “merupakan hikmah psiko-sejarah yang menjelaskan sebagian dari latar belakang kebesaran seorang pahlawan.”

Para pahlawan yang kemudian membentuk dan membangun sebuah peradaban dengan nilai tinggi yang tak tertandingi. Bahkan seseorang yang sederhana pun mampu membentuk sebuah peradaban yang tinggi ketika energi yang ada dalam dirinya berada dalam puncak optimalisasi dan bersinergi dengan momentum dari luar dirinya.

Perempuan yang dapat memanfaatkan potensi dirinya secara maksimal untuk dapat berkontribusi bagi keluarganya, masyarakat, bangsa dan ummatnya, inilah bidadari kita. Yang juga memiliki daya bina terhadap diri dan selainnya. Memelihara dirinya dari pengaruh negatif yang datang dari peradaban di luar sana. Bidadari dunia adalah perempuan-perempuan perkasa yang dengan cinta dan kasih sayangnya menjadi energi bagi bangunan peradaban manusia. Sebagian atau seluruhnya.

setiap keindahan yang tampak oleh mata

itulah perhiasan, perhiasan dunia

namun yang paling indah diantara semua

hanya istri shalihah, istri yang shalihah

Bait lagu yang dinyanyikan Rhoma Irama ini adalah sebuah motivasi untuk melakukan perbaikan diri bagi setiap perempuan. Sebuah perbaikan demi menjadi perhiasan dunia yang terindah tanpa pembanding. Perhiasan dunia yang lebih indah dari bidadari surga. Demi menjadi permata yakut dan marjan. Demi menjadi bidadari peradaban dunia..