Jumat, Februari 13, 2009

Mencari Bidadari Peradaban Dunia (Magazine Version)

Pada tahun 837 Masehi, seorang budak muslimah dilecehkan kemuliaannya oleh seorang prajurit Romawi di kota Amoria, kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya. Perempuan itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu'tashim Billah dengan lafadz yang legendaris: Waa Mu'tashimaah…!!!

Setelah mendapat laporan mengenai pelecehan itu, maka Sang Khalifah yang berada di Baghdad pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Amoria dan melibas semua orang kafir Romawi yang ada di sana . Sekitar 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 yang lain ditawan. Seseorang meriwayatkan bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari istana khalifah hingga kota Amoria karena besarnya jumlah pasukan.

Begitu menduduki kota tersebut, khalifah memanggil sang pelapor untuk ditunjukkan dimana rumah perempuan tersebut, saat berjumpa dengannya ia bertanya "Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?"

Sang budak perempuan inipun dibebaskan oleh Sang Khalifah, sedangkan orang Romawi yang melecehkannya dijadikan budak bagi perempuan tersebut.

Lumpur Nista Peradaban

Sekian abad yang lalu, Fir’aun yang lalim menguasai Mesir. Dalam masa pemerintahan penuh kekejaman itu, banyak ditemui kejadian seorang raja yang menikahi saudara perempuan atau bahkan anak perempuannya sendiri. Selain itu, kisah tentang persembahan gadis cantik untuk sungai Nil dan para penarinya sudah tidak asing di telinga kita. Ini menunjukkan bagaimana rendahnya sebuah peradaban memandang dan memperlakukan perempuan di Mesir Kuno.

Peradaban India Kuno pun tidak kalah nista dalam memperlakukan perempuan. Perempuan tidak punya hak sedikitpun untuk menentukan suami. Diantara mereka banyak yang diwajibkan menjadi pelayan Tuhan di kuil-kuil. Salah satu kewajiban mereka adalah melayani tokoh kuil yang disebut Dukun Brahmana. Dalam Undang-Undang India Kuno dikenal delapan macam perkawinan yang kesemuanya merendahkan kehormatan perempuan. Upacara Sati, merupakan salah satu tradisi keji dimana seorang janda dibakar hidup-hidup bersama mayat suaminya yang baru meninggal.

Dalam peradaban Cina, seorang suami boleh menjual istrinya kalau ia memerlukan uang. Perlakuan dalam rumah tangga pun terkadang tidak manusiawi. Istri tidak boleh makan bersama suami. Bahkan makanan yang dimakannya adalah sisa-sisa makanan suaminya itu.

Peradaban Arab Pra Islam juga sangat keji ketika memperlakukan perempuan. Bayi perempuan yang baru lahir dikubur hidup-hidup karena dianggap sebagai sumber kesialan dan memalukan keluarga.

Peradaban Yunani yang dianggap sebagai puncak peradaban intelektual di masanya ternyata tidak memberikan tempat bagi perempuan dengan layak. Pemerintahan Yunani Kuno secara resmi mengakui adanya praktik pelacuran dalam kegiatan sosial ekonominya. Para pelacur ini dikenakan pajak untuk disetor kepada negara. Sumber pendapatan dari pelacuran ini bahkan dianggap salah satu pendapatan negara yang penting.

Agama Yahudi, berdasarkan Hebrew Scipture (kitab-kitab Yahudi), memandang bahwa perempuan selalu dalam kutukan dewa. Sejak lahir ia selalu berdosa dan akan terus berdosa hingga ia mati. Agama Nashara juga menganggap hal serupa. Hal ini dikarenakan anggapan bahwa yang membujuk Adam untuk memakan buah terlarang adalah Hawa. Kesimpulannya, seperti ditulis DR. Yusuf Qaradhawi tentang pandangan dua keyakinan ini, perempuanlah yang telah menyebabkan Adam dan keturunannya dikeluarkan dari surga.

Cahaya di Atas Cahaya

Pada masa Renaissance, terjadi perubahan sosial politik yang revolusioner. Peradaban kegelapan (Dark Age) di Eropa bangun dan menggeliat menjadi peradaban pencerahan. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh perlawanan kaum tertindas terhadap otoritas Gereja Katolik. Perlawanan ini membentuk agama Kristen Protestan yang terpisah dari gereja Katolik Roma sebagai pusat kepausan kala itu.

Agama Kristen Protestan yang mengedepankan sisi kemanusiaan dan ilmu pengetahuan bisa dikatakan membawa Eropa menuju cahaya peradabannya dan menemukan bentuk jati diri mereka sebagai salah satu bagian dari mozaik peradaban dunia. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Militer dan politik berganti wajah. Industri dan ekonomi berubah dalam alunan revolusi. Sistem sosial dan seni Renaissance bahkan menjadi salah satu aliran pada waktu itu.

Kedudukan perempuan pun menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bahkan di beberapa kerajaan, perempuan menjadi ratu yang memimpin sebuah kerajaan besar, Spanyol misalnya. Pemahaman akan liberalisme menjadi jalan bagi perubahan paradigma masyarakat Eropa dalam memperlakukan perempuan. Mereka mampu berkembang dan menduduki pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya tidak mereka bayangkan sendiri.

Sekitar seribu tahun sebelumnya di semenanjung Arab, Islam datang dan membebaskan perempuan dari kubangan lumpur nista peradaban. Mengangkatnya hingga pada kemuliaan dan kehormatan yang tinggi yang tidak didapati pada peradaban sebelumnya. Pada masa itu kaum perempuan diberi kebebasan yang sangat luas dengan aturan-aturan dan batasan-batasan yang manusiawi. Perlakuan perempuan seakan binatang dihilangkan dan digantikan dengan persamaan kedudukan dengan laki-laki dalam banyak hal.

Posisi perempuan dalam peradaban Islam mulai berkembang sejak masa Nabi Muhammad saw hidup. Banyak muncul para ilmuwan perempuan yang menjadi rujukan ilmuwan laki-laki seperti Sayyidah Aisyah, salah seorang istri Nabi Muhammad saw. Puncak peradaban Islam di bidang intelektual terjadi ketika pusat pemerintahan pindah ke Baghdad. Pada masa sesudah itu, puncak perkembangan peran perempuan muslim terjadi di Andalusia, sebuah negara Islam yang sekarang merupakan bagian dari Spanyol.

Islam dan Renaissance membawa perubahan penting sebuah peradaban dalam memperlakukan perempuan. Hal ini berlangsung hingga peradaban modern di abad 20-an. Hasilnya dapat dilihat dengan banyaknya ilmuwan perempuan yang menghasilkan karya-karya monumental dan luar biasa.

Dalam kepemimpinan demokrasi, banyak kita dapati perempuan-perempuan tangguh yang mampu memimpin rakyat. Sebut saja Benazir Bhuto dari Pakistan, Margareth Tatcher dari Inggris, Gloria Macapagal Arroyo dari Philipina atau Megawati Soekarnoputri dari Indonesia.

Orientasi Diri

Kebebasan yang diusung oleh paham demokrasi yang didengung-dengungkan oleh Amerika dengan berbagai elemennya memberikan banyak dampak pada kedudukan, kondisi dan kepribadian perempuan. Setiap perempuan yang terjerat janji manis kebebasan merasa punya hak untuk menuntut kebebasannya itu tanpa batas. Ia tidak mau terikat pada kodrat, aturan dan norma yang menjadi sistem kehidupan manusia. Asalkan itu menyenangkan dirinya maka ia menganggap bahwa itulah hak yang boleh ia miliki secara mutlak.

Emansipasi yang merupakan jargon hidup mereka, menjadi pembenaran atas apa yang mereka inginkan. Meskipun hal itu berlawanan dengan kodrat penciptaan mereka sebagai manusia.

Hak Asasi Manusia dianggap sebagai legalitas atas semua keinginan dan kebebasan personal. Tidak boleh ada yang menahan dan menghalangi apa yang mereka inginkan. Jika sampai ada yang menghalang-halangi kehendak bebas individu berarti ia telah melanggar HAM. Atas dasar ini pulalah, agama, moral, nilai, norma, bahkan hokum, dilanggar begitu saja.

Belum lagi pengaruh media massa sebagai corong pencucian otak yang bekerja menurut ide-ide Zionis dan kapitalis. Padahal setiap diri wajib waspada terhadap langkah-langkah yang akan dan telah ditempuh Zionis terlaknat. Seperti yang sudah ditulis dalam Protocol of Zion (Protokolat Zionisme), mereka telah merencanakan penghancuran peradaban di luar peradaban mereka dengan cara-cara licik melalui media massa. Diantaranya adalah dengan mengubah orientasi kaum perempuan dalam memandang tugas dan fungsi utamanya sebagai manusia.

Mereka menjerumuskan kaum perempuan dan menyibukkannya dengan kegiatan-kegiatan tidak berguna. Menjadikannya lupa dengan tugas utamanya sebagai pembangun peradaban.

Kita dapati dalam info komersial di televisi bahwa keunggulan perempuan dibanding perempuan yang lain adalah berdasarkan warna kulitnya, semakin putih semakin berharga. Rambut yang hitam dan lurus semakin menarik di mata pria. Bibir merah merekah bak delima adalah nilai utama. Bulu mata yang lentik. Kuku berkilau. Badan yang langsing. Baju yang seksi untuk menarik mata pria yang memandangnya. Sebuah perang pemikiran.

Komoditas. Begitulah kondisi perempuan di masa modern ini. Fisik dan jiwa mereka dijadikan barang dagangan oleh para iblis berwujud manusia. Jual beli untuk pelacuran. Atau dengan dalih bekerja di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Wanita. Banyak juga yang dengan suka rela dijadikan komoditas. Bekerja di tempat remang dunia malam. Ujungnya ketika ditanya, semua menjawab karena motif ekonomi.

Kaum kapitalis pemuja nafsu bersembunyi dibalik brain, beauty and behavior, menggelar berbagai macam acara putri-putrian. Menipu masyarakat dengan kegiatan sosial yang dikampanyekan. Pencegahan HIV/AIDS dengan menggunakan kondom, melegalkan hubungan seks di luar pernikahan.

Tidak hanya menganiaya diri sendiri. Kaum perempuan modern juga dianiaya oleh kemodernan itu sendiri. Kekerasan, pemerkosaan, pencabulan, pelecehan, hingga pembunuhan. Dari laporan Institut Perempuan pada periode Januari-Juni 2007, terdapat 149 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 285 kasus lainnya menimpa anak-anak. Proporsi kasus Kekerasan Dalam Wilayah Publik (KDWP), yaitu sebesar 42%, diikuti dengan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kekerasan oleh negara, yaitu secara berturut-turut 39% dan 17%. Sementara itu, dilihat dari jumlah korban, korban terbanyak mengalami kekerasan dalam wilayah publik, yaitu 39%, diikuti kekerasan oleh negara sebesar 33% dan KDRT 28%. Kekerasan oleh negara meliputi trafficking (52%), kematian buruh migran (39%), penjara (9%), dan razia, malpraktik serta hilang kontak masing-masing 4%. Ini adalah angka yang dilaporkan dan diketahui.

Perempuan Peradaban, Bidadari Dunia

Alangkah indah sebuah pepatah yang diungkapkan orang-orang bijak kepada para perempuan: Di balik keberhasilan setiap pahlawan besar, selalu ada perempuan agung.

Ada dua kemungkinan besar yang dimaksud perempuan agung dalam pepatah tersebut. Bisa jadi ia adalah sang istri dari pahlawan itu, bisa jadi ia adalah sang ibu dari pahlawan itu. Atau mungkin kedua-duanya sekaligus, sang istri dan sang ibu.

“Pepatah itu,” tulis Anis Matta dalam buku kumpulan artikelnya yang berjudul Mencari Pahlawan Indonesia, “merupakan hikmah psiko-sejarah yang menjelaskan sebagian dari latar belakang kebesaran seorang pahlawan.”

Para pahlawan yang kemudian membentuk dan membangun sebuah peradaban dengan nilai tinggi yang tak tertandingi. Bahkan seseorang yang sederhana pun mampu membentuk sebuah peradaban yang tinggi ketika energi yang ada dalam dirinya berada dalam puncak optimalisasi dan bersinergi dengan momentum dari luar dirinya.

Perempuan yang dapat memanfaatkan potensi dirinya secara maksimal untuk dapat berkontribusi bagi keluarganya, masyarakat, bangsa dan ummatnya, inilah bidadari kita. Yang juga memiliki daya bina terhadap diri dan selainnya. Memelihara dirinya dari pengaruh negatif yang datang dari peradaban di luar sana. Bidadari dunia adalah perempuan-perempuan perkasa yang dengan cinta dan kasih sayangnya menjadi energi bagi bangunan peradaban manusia. Sebagian atau seluruhnya.

setiap keindahan yang tampak oleh mata

itulah perhiasan, perhiasan dunia

namun yang paling indah diantara semua

hanya istri shalihah, istri yang shalihah

Bait lagu yang dinyanyikan Rhoma Irama ini adalah sebuah motivasi untuk melakukan perbaikan diri bagi setiap perempuan. Sebuah perbaikan demi menjadi perhiasan dunia yang terindah tanpa pembanding. Perhiasan dunia yang lebih indah dari bidadari surga. Demi menjadi permata yakut dan marjan. Demi menjadi bidadari peradaban dunia..

Tidak ada komentar: